History

History

Sabtu, 05 Juli 2014

MAKALAH LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Pengertian Ekosistem Sawah
1.1.1  Pengertian Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali di kemukakan oleh Tansley (1935). Ia mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara komponen biotik (tumbuhan, hewan, manusia, mikroba) dengan komponen abiotik (cahaya, udara, air, tanah dsb) dialam. Sebenarnya merupakan hubungan komponen yang membentuk sistem. Ini berarti baik dalam struktur maupun fungsi komponen-komponen tadi adalah suatu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Sebagai konsekwensinya apabila salah satu komponen terganggu, maka komponen lainnya secara cepat atau lambat akan terpengaruh. Sistem alam ini disebut sebagai sistem ekologi, yang kemudian disingkat dan menjadi lebih dikenal sebagai ekosistem. (Amril, 2012).
Menurut UU Lingkungan Hidup Tahun 1997, ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Unsur-unsur lingkungan hidup, baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan (Rian, 2012).
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara kompleks didalamnya terdapat habitat, tumbuhan dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi (Woodbury dalam Indriyanto, 2008). Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, dalam Indriyanto 2008). Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya sistem pemprosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (Elfis, 2010).

1.1.2 Pengertian Sawah
Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi untuk tempat menanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali.

1.1.3 Pengertian Ekosistem Sawah
Ekosistem sawah merupakan ekosistem yang mencirikan ekosistem pertanian sederhana dan monokultur berdasarkan atas komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya. Selain itu ekosistem yang berada di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah berubah sehingga akan sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut. Hal inilah yang menjadikan daerah pertanian dan perkebunan sering terjadi serangan hama. Oleh karena itu ledakan hama merupakan ciri setiap pertanian monokultur (Untung dalam Amril, 2012).
Ekosistem sawah terdiri dari faktor biotik yang meliputi padi ( tanaman utama sawah ), tanaman sekunder, hewan, dan tanaman liar.

a.      Padi (Oryza sativa)
Padi pada saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar.
b.      Tanaman Sekunder
Di sawah yang di olah petani, sering ditemui tanaman lain yang bermanfaat bagi petani. Sebagai contohnya tanaman pisang. Pisang yang membutuhkan air yang cukup, baik tumbuh di lingkungan persawahan. Juga banyak tanaman lain yang bermanfaat bagi petani.
c.       Hewan
Lingkungan sawah menjadi tempat berkumpulnya banyak hewan. Baik yang liar ataupun peliharaan. Sebut saja burung pemakan padi, jangkrik, keong, ikan, ular, tikus, dan lainnya. Hewan tersebut terhubung dalam suatu rantai makanan. Tikus dan burung memakan padi. Ular berfungsi sebagai predator dari pemangsa padi sebelum di mangsa oleh predator diatasnya ataupun mati di urai oleh bakteri pengurai. Hewan pemakan padi ini di anggap sebagai hewan penggangu.
Di samping itu ada juga hewan yang memang di manfaatkan petani untuk membantu dalam pengerjaan dan pengolahan sawah. Sebagai contoh yaitu sapi. Sapi berguna dalam membajak sawah. Meski sekarang fungsinya telah tergantikan oleh trakor modern. Ada juga anjing yang berguna menjaga sawah. Hewan lainnya yang bermanfaat yaitu hewan yang bisa di tumpang sari kan. Contohnya ikan. Ikan yang di manfaatkan yaitu ikan yang bisa hidup di daerah lumpur.
d.      Tanaman liar
Tanaman liar umumnya adalah tanaman penggangu padi. Kebanyakan tanaman penggangu adalah tanaman yang membutuhkan banyak air. Contohnya rumput, ilalang, dan lainnya.
Di samping faktor biotik, tentu saja ada faktor abiotik. Padi tentu saja membutuhkan tanah dan banyak air. Air di alirkan dalam system irigasi sawah sehingga dapat mengalirinya. Di lingkungan sawah juga terdapat batu, cahaya, sinar matahari, suhu, ketinggian, dan lainnya. Yang kesemuanya dibutuhkan dalam ekosistem sawah.

1.2  Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Sawah
1.2.1        Faktor Edaphis
Menurut Hanafiah (2005), tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara. Secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan lain-lain). 
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi disawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asaalnya. (Subagyo dkk). Tanah grumusol banyak digunakan untuk areal pertanaman padi sawah. Tanah grumusol terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur tahunan rata-rata 250 C dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan pergantian musim hujan dan musim kemarau nyata (Sariasih, 2010).
Tanah dapat dianggap sebagai lapisan tipis alami yang menutupi permukaan bumi dan menunjang kehidupan. Tanah terbentuk dari batuan atau bahan induk lainnya melalui proses pelapukan. pelapukan awal dimulai melalui pelapukan mekanis batuan induk menjadi bahan induk yang dibantu oleh perubahan suhu dan hujan. Selanjutnya akar tumbuhan yang hidup berkoloni serta organisme lain seperti cacing tanah, semut dan serangga membantu pemecahan dan penghancuran bahan yang keras yang menghasilkan bahan yang lebih halus. Pada kondisi ini hanya sedikit senyawa terlarut dilepaskan, namun beberapa tumbuhan tertentu dapat hidup di bawah kondisi ini, seperti lumut. Matinya tumbuhan, organisme lainnya, serta pelapukan bahan induk lebih lanjut menghasilkan humus dan lapisan tanah dan tumbuhan yang dapat tumbuh lebih banyak lagi. Akar tumbuhan yang lebih besar dapat menembus batuan dan bahan induk yang lebih dalam sehingga membantu dalam proses pelapukan mekanisnya (Utomo, 2006).
Tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara, bahan-bahan mineral, dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman (Schoeder, 1972 dalam  Hakim, 1986).
Tanah yang baik untuk tanaman padi adalah tanah yang dapat memberikan unsur hara esensial, air dan udara dalam proporsi yang cocok untuk kondisi pertumbuhan yang optimal (Syarief, 1988). kondisi tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah: (a) secara alami mempunyai permeabilitas rendah, (b) mempunyai air tanah yang tinggi atau dengan adanya lapisan immpermiable di dalam sub soil (Sutidjo, 1986 dalam Syarief, 1988).
Wikipedia (2010) tanah merupakan kumpulan dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas yang menempati permukaan daratan . Senada  dengan Schoeder dalam Nurhajati (1990), tanah merupakan system tiga fase yang terdiri dari air, udara, bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup yang dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhan padi adalah aluvial, tanah aluvial ini memiliki ketebalan bahan organik 10 - 50 cm. Tanah aluvial sering di jumpai dari dataran rendah sampai dataran tinggi hingga ketinggian mencapai 1000 meter diatas permukaan laut. Ph untuk pertumbuhan padi pada umumnya berkisar dari 4,5-8,5. Namun pH tanah yang cocok untuk sawah berteras adalah 5,5.
Angka ini kami dapatkan dari hasil pengamatan pada ekosistem tersebut, selain itu warna tanahnya itu warna coklat banyak mengandung bahan-bahan organik. Warna tanah merupakan sebagai petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Misalnya warna gelap memiliki bahan organik yang sangat tinggi (Wikipedia, 2011).
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Namun pertumbuhan tanaman juga di pengaruhi faktor-faktor penunjang kesuburan tanah. Selain harus mengandung zat organik dan anorganik, air dan udara, yang tidak kalah penting adalah pengolahan tanah yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Tanah yang gembur akibat pengolahan memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan udara yang di butuhkan untuk pertumbuhan tanaman (litbang, 2010).
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak (Hardjowigeno dkk, 2010) .
Faktor edaphis itu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Jenis, struktur dan tekstur tanah
Tanah adalah bagian dari ekosistem yang menghasilkan input energi dan matrial dari atas yang berinteraksi dengan pelapukan yang lambat. Hal yang dapat mempengaruhi jenis tanah antara lain bentuk,ukuran dan jumlah partikel yang terkandung. Beberapa tipe tanah yang dapat dihuni oleh organisme antara lain latosol, andosol, podsol, grumusol, regosol, aluvial dan lainya. Sturktur tanah dapat meliputi beremah, beragregat, tidak beragregat, atau lainnya. Sedangkan untuk tekstur dapat berupa pasir, pasir berdebu, tanah berdebu, tanah liat dan lainnya. Lima faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari karakteristik tanah antara lain iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu.
2. Temperatur dan Keasaman Tanah
Temperatur sangat berpengaruh terhadap proses penyerapan nutisi atau zat hara yang terkandung dalam tanah. Semakin tinggi nilai temperatur menunjukkan semakin cepat proses terjadinya reaksi tersebut, selain itu dapat juga bermanfaat dalam kecepatan penguraian serasah.
Sifat kimia tanah meliputi pH tanah dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Mengetahui besaran nilai pH tanah sangat diperlukan untuk dapat mengetahui kualitas dari tanah tersebut. Proses penghitungan pH dapat ditentukan dengan pengambilan sampel yang kemudian sampel yangkemudain akan disuspensi sehingga dapat diketahui nilai pHnya.
3.  Ketebalan Serasah dan Humus
Bentuk susunan vertikal tanah menunjukkan profil tanah. Dalam bentuk yang ideal, profil tanah terdiri dari suatu seri lapisan horisontal yang berbeda atau disebut horison. Permukkaan atas merupakan serasah yang terdiri dari litter (lapisan yang terdiri dari sisa tanaman dan binatang yang tidak dapat terurai). Lapisan kedua terdapat lapisan humus yang dihasilkan oleh dekomposisi binatang dan tanaman yang mati. Kedua lapisan ini terdiri dari bahan organik, dengan partikel-partikel yang relatif kecil.
Tanah sawah merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari massa pertumbuhan padi. Selain itu, selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan khas pada tanah sawah (Musa, dkk, 2006).
Jenis tanah sawah yang sering diteliti adalah inceptisol. Konsepsi pokok dari inceptisol adalah tanah    tanah mineral yang sudah mulai menunjukkan perkembangan horizon pedogenik lain. Tanah Latosol meliputi tanah yang relatif masih muda hingga tanah yang relatif tua yang dalam taksonomi tanah termasuk inceptisol, ultisol hingga oxisol. Sebagian besar tanah sawahnya terdapat pada tanah yang relatif muda. Daerah ini memiliki air yang cukup dengan lereng melandai dan iklim yang cukup basah. Tanahnya cukup subur sehingga mudah diolah dan permeabilitasnya baik. Pada tanah ini terbentuk profil tanah sawah tipikal seperti dikemukakan oleh Koenings dan Tan (1968). Profil tanah sawah tipikal memiliki ciri lapisan olah berwarna pucat (tereduksi), di bawahnya terdapat lapisan tapak bajak yang padat, kemudian lapisan Fe (Besi) yang tipis diikuti oleh lapisan Mn (Mangan). Di bagian bawahnya lagi ditemukan campuran karatan Fe (Besi) dan Mn (Mangan), sedangkan lapisan tanah terbawah merupakan tanah asli yang tidak terpengaruh oleh penggenangan pada saat ditanami padi (Hardjowigeno, 2005).
Permasalahan tanah sawah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua masalah pokok yaitu adanya penyusutan luasan lahan sawah akibat terjadinya konversi lahan sawah menjadi lahan nonpertanian, seperti daerah industri, pemukiman, lapangan golf, dan lain sebagainya terutama terjadi di pulau Jawa dan Bali. Masalah lainnya yang menjadi kendala adalah adanya pelandaian produktivitas dalam produksi padi (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

1.2.2        Faktor Klimatologis
Kalimatologis adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu (thesproduktion Blogsport, 2008).
          Klimatologi dibagi menjadi dua yaitu makro klimatologi dan mikro klimatologi. Makro klimatologi adalah klimatologi yang mempelajari sifat-sifat atmosfer pada daerah yang luas. Sedangkan mikro klimatologi adalah klimatologi yang mempelajari iklim pada daerah yang sempit. Klimatologi sangat penting bagi ekologi tumbuhan. Dikontraskan dengan meterologi yang mempelajari cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi di mana sistem cuaca ini terjadi (thesproduction Blogspot, 2008).
Faktor penting yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Pengaruh iklim terhadap tumbuh-tumbuhan sangat nyata, terlebih lagi iklim mikro di suatu tempat yang bergantung kepada keadaan topografi dan kondisi atmosfer karena kondisi atmosfer juga ikut menentukan sifat iklim setempat dan regional. Adanya perbedaan iklim akan menimbulkan variasi dalam formasi hutan (Arif dalam Irwanto, 2010). Menurut Irmawati (2012) iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit dikendalikan. Dalam prakteknya, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.
Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses iklim terkait. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Telah banyak ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Dengan demikian indeks suhu atau air dipakai sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim. Klasifikasi iklim berdasarkan pola tanaman biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan, gurun, padang rumput, dan tundra (Tjasjono, 1999).
Adapun komponen-komponen klimatologi tersebut adalah sebagai berikut:
a) Suhu udara
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk dalam elfis (2010) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
Menurut Arsyad (1980), secara garis besar semakin jauh dari khatulistiwa, suhu rata-rata semakin turun. Demikian pula, semakin jauh dari khatulistiwa, perbedaan lamanya siang dan malam semakin besar. Kedua hal inilah yang menyebabkan terjadinya musim panas dan musim dingin didaerah-daerah yang lebih utara daripada garis balik utara dan lebih selatan dari dari pada garis balik sel. Disamping oleh pergeseran kedudukan matahari iklim-iklim daerah di bumi juga dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Penyebaran darat dan laut di permukaan bumi
b. Perbedaan ketinggian letak dari permukaan laut
c. Arus angin yang ditimbulkan oleh perbedaan tekanan udara
d. Arus laut yang ditimbulkan oleh perbedaan musim
Lebih lanjut Tjasjono (1999), menyatakan bahwa suhu udara berubah-ubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya suhu maksimum terjadi sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan suhu minimum terjadi pada jam 06.00 atau sekitar matahari terbit. Suhu udara harian didefenisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam yang dilakukan tiap jam. Suhu bulanan rata-rata adalah jumlah dari suhu harian rata-rata dalam 1 bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.
Menurut Arsyad (1980), dibandingkan dengan daerah –daerah bumi lainnya daerah subtropik, tropik, daerah sedang dan daerah kutub, di daerah tropik unsur-unsur iklim seperti suhu udara, penyinaran matahari, kecepatan angin, kelengasan nisbi dan penguapan agak lebih konstan keadaannya. Tidak terdapat perbedaan yang besar antara angka-angka minimum dan angka-angka maksimum dari unsur-unsur iklim tersebut. Adapun unsur-unsur iklim tersebut adalah sebagai berikut:
1)        Suhu udara sangat erat hubungannya dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Makin tinggi dari permukaan laut, makin rendah suhu.untuk tiap kenaikan 100 mm,suhu udara turun 0,5 derajat sampai 0,6 derajat. Bedasarkan zona suhu, mohr membagi daratan indonesia menjadi 4 daerah sebagai berikut:
a.       Dataran rendah tropik, 0-1.000 m dpl, suhu panas 270-250 C
b.      Perbukitan, 200 – 1000 m dpl, suhu hangat, 240-190 C
c.       Pegunungan tropik, 1.000 – 1.900 m dpl, suhu sedang 180-130 C
d.      Pegunungan tiggi tropik, diatas 1.900 m dpl, suhu dingin, 120-00 C.
2)        Sinar matahari menyediakan energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses hidupnya. Banyaknya sinar matahari yang mencapai permukaan bumi tergantung kepada tipe awan dan lamanya awan itu menghalangi sinar.
3)        Banyaknya air yang menguap dari permukaan tanah dan permukaan air terbuka dipegaruhi berbagai hal dan kejadian dalam atmosfer. Yang penting diantaranya ialah intensitas penyinaran matahari, kecepatan angin dan kelengasan udara.
4)        Jumlah curah hujan merupakan unsur iklim terpenting yang mempengaruhi pola berusaha tani terutama sistem bercocok tanam.
5)        Pola musim, letak Indonesia di antara benua Asia dan Australia hal ini memnyebabkan terpengaruhnya iklim oleh angin musim yang berubah-ubah arahnya, sejalan dengan bergesernya kedudukan matahari diatas khatulistiwa.

b) Kelembapan udara
Kelembaban ada kaitannya dengan laju transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat dipertahankan maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel lebih cepat mencapai ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar. (Rozali, 2013)
Kelembapan udara merupakan unsur cuaca yang berkaitan dengan adanya uap air di atmosfer. Banyak sedikitnya uap air di atmosfer tergantung pada kemampuan udara atmosfer untuk menampung air sedangkan kapasitas udara dikontrol oleh suhu waktu. Udara yang panas lebih banyak dapat menampung uap air daripada udara dingin. Apabila terdapat uap air yang melebihi kapasitas maka kelebihan uap air tersebut akan mengalami proses kondensasi atau sublimasi. Kelembapan udara dapat mengontrol suhu udara yang dekat pada permukaan bumi, hal ini disebabkan sifat uap air yang lebih mampu mengabsorpsi radiasi panas dibandingkan dengan udara kering (Arsyad, 1980).
Berat sebuah kolom udara per satuan luas diatas sebuah titik menunjukkan tekanan atmosfer pada titik tersebut. Dipermukaan laut tekanan atmosfer adalah 101,32 kPa atau 1.013,2 mb. Karena atmosfer mengikuti hukum gas dan atmosfer bersifat mampat (compressible), maka massa jenis atmosfer paling besar pada lapisan bawah karena lapisan atmosfer ini tertekan oleh massa atmosfer diatasnya. Tekanan atmosfer selalu berkurang dengan bertambahnya ketinggian (Tjasjono, 1999).

c) Angin
Angin adalah gerakan udara yang sejajar dengan permukaan bumi, udara bergerak dari daerah bertekanan tiggi ke daerah bertekanan rendah. Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin datang, misalnya angin yang datang dari arah timurdisebut angin timur, angin laut adalah angin yang bertiup dari laut kedarat, dan angin lembah adalah angin yang datang dari lembah menaiki pegunungan (Tjasjono, 1999).
Menurut Arsyad (1980), angin mempunyai arah dan kecepatan yang ditentukan oleh adanya perbedaan tekanan udara di permukaan bumi. Semakin besar perbedaan tekanan udara semakin besar pula kecepatan angin. Di alam kecepatan angin tidaklah sederhana, tetapai banyak mengalami penyimpangan. Penyimpangan tersebut terjadi karena pengaruh efek rotasi bumi dan gaya gesekan. Efek rotasi bumi 0% di khatulistiwa, makin keselatan dan utara efek ini Semakin besar, dan mencapai 100% di kutub. Sebaliknya gaya gesekan sangat variabel, bergantung pada keadaan permukaan bumi dan letak ketinggian. Permukaan daerah yang kasar pengaruh topografi, vegetasi gaya gesekannya lebih besar dibandingkan dengan permukaan air.
Angin secara tidak langsung mempunyai efek penting pada produksi tanaman. Energi angin merupakan perantara dalam penyebaran tepung sari pada penyerbukan alamiah, tetapi angin juda dapat menyebarkan benih rumput liar dan melakukan penyerbukan silang yang tidak diinginkan. Angin yang terlalu kencang juga akan menggangu penyerbukan oleh serangga. (Razali, 2013)
Angin merupakan unsur penting bagi tanaman, karena angin dapat mengatur penguapan atau temperature, membantu penyerbukan  membawa uap air sehingga udara panas menjadi sejuk, dan membawa gas–gas yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hal  tersebut ditinjau dari keuntungannya, tetapi dari segi kerugiannya adalah tanaman bisa terbakar karena angin, penyerbukan karena angin bijinya tidak bisa menjadi murni sehingga tanaman perlu diisolasi, dapat menyebarluaskan gulma, membawa serangga tertentu kemana mana, dan angin yang kencang dapat merebahkan tanaman. Salah satu jalan untuk mengatasi pengaruh buruk angin, ialah dengan jalan menanam pohon penahan angin yang dapat menjamin perlindungan sejauh 15 – 20 kali tinggi pohon perlindung. Misalnya tinggi pohon 10 meter, tanaman sejauh 150 – 200 meter dapat dilindungi sehingga memperlambat kecepatan angin. Angin dengan kecepatan 4-5 sampai 6-7 m /sec sudah tidak mampu untuk merobohkan tanaman. Angin mempengaruhi transpirasi dengan bergeraknya uap air disekitar tanaman, sehingga memberikan kesempatan terjadinya penguapan lebih lanjut. Situasi ini merupakan tekanan yang kuat bagi keseimbangan air, meskipun jumlah air dalam tanah cukup banyak. Pertumbuhan vertical akan terbatas sesuai dengan kemampuan mengisap dan mentransformasikan air ke atas untuk mengimbangi transpirasi yang cepat, hasilnya mungkin akan membentuk tanaman yang kerdil.

d) Embun, kabut, dan perawanan
Embun terjadi akibat dari kondensasi pada permukaan tanah terutama pada waktu malam hari saat tanah menjadi dingin akibat radiasi yang hilang. Kadang-kadang angin laut membawa sejumlah uap air pada siang hari kemudian mengembun pada malam yang dingin. Titik embun ialah suhu saat udara menjadi jenuh dengan uap air atau suhu udara pada kelembapan nisbi 100%. Makin rendah kelembapan nisbi, makin rendah titik embun, yaitu terletak di bawah suhu udara (Tjasjono, 1999).
Selanjutnya Arsyad, 1980 awan adalah kumpulan butir-butir air, kristal es atau campuran keduanya, yang masih melekat pada inti-inti kodensasi dan tetap melayang-layang di udara. Pada umumnya awan terbentuk sebagai hasil pendinginan dari massa udara basah yang sedang bergerak keatas. Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara tersebut secara adiabatis atau mengalami percampuran dengan udara dingin yang sedang bergerak kearah horizontal. Butir-butir debu atau kristal-kristal es yang melayang-layang di lapisan troposfir dapat berfugsi sebagai inti-inti kondensasi dan sublimasi yang dapat mempercepat proses pendinginan.
Menurut Tjasjono (1999), kabut dan awan mempunyai kesamaan yaitu terdiri atas tetes air yang mengapung di udar, tetapi secara fisis terdapat perbedaan antara kabut dan awan. Kabut terbentuk di dalam udara dekat permukaan bumi, sedangkan awan terbentuk pada paras yang lebih tinggi. Awan terbentuk jika udara menjadi dingin secara adibiatik melalui udara yang naik dan mengembang. Kabut terbentuk melalui pendinginan udara oleh sentuhan dan percampuran atau melalui penjenuhan udara oleh penambahan kadar air.

1.3  Jaring-jaring Makanan Ekosistem Sawah

 

Rantai makanan adalah perjalanan makan dan dimakan dengan urutan tertentu antar makhluk hidup. Di lautan, yang menjadi produsen adalah fitoplankton, yaitu sekumpulan tumbuhan hijau yang sangat kecil ukurannya dan melayang-layang dalam air. Konsumen I adalah zooplankton (hewan pemakan fitoplankton), sedangkan konsumen II-nya adalah ikan-ikan kecil, konsumen III-nya adalah ikan-ikan sedang, konsumen IV-nya adalah ikan-ikan besar.

         Gambar 1. Rantai makanan pada ekosistem sawah
Urutan peristiwa makan dan dimakan di atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat terus berjalan, maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah konsumen kesatu, konsumen kesatu lebih banyak daripada konsumen kedua, dan begitulah seterusnya.
Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai makanan, yaitu pengurai. Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Hasil kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh pengurai adalah bakteri dan jamur.
Ekosistem merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.  Ekosistem dibedakan menjadi dua, yaitu :  ekosistem alam dan ekosistem buatan. Contoh ekosistem alam adalah hutan, danau, laut, dan padang pasir. Contoh ekosistem buatan adalah sawah, waduk, kolam, dan akuarium.



      Gambar 2. Bagan Jaring-jaring Makanan pada Ekosistem Sawah
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak komponen. Komponen-komponen
ekosistem, antara lain, produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
·       Produsen.
Semua tumbuhan hijau adalah produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya.
Contoh produsen adalah padi, ubi, sagu, dan tomat.
·       Konsumen.
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen.
Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
1.    Konsumen Tingkat I. Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh energi langsung dari produsen.
2.    Konsumen Tingkat II. Konsumen tingkat II adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat I.
3.    Konsumen Tingkat III. Konsumen tingkat III adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat II.
§  Pengurai.
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati.
Pengurai membantu proses penyuburan tanah. Misalnya, bakteri dan jamur.
§  Komponen Abiotik. Komponen abiotik adalah tempat tumbuhan hijau (produsen) tumbuh. Kesuburan lingkungan abiotik ditentukan oleh kerja pengurai.




BAB II
EKOSISTEM SAWAH KONTUR BERTINGKAT KABUPATEN TANAH DATAR KECAMATAN SUNGAI TARAB

2.1  Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Sungai Tarab merupakan salah satu nagari yang sekaligus menjadi nama kecamatan yaitu kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Nagari ini terletak di dekat Batusangkar, ibu kota dari kabupaten Tanah Datar. Nagari Sungai Tarab memiliki luas wilayah sekitar 12,96 km².
Secara geografis Nagari Sungai Tarab memiliki batas-batas:
1.      Sebelah Utara dengan Nagari Pasia Laweh
2.      Sebelah Selatan dengan Nagari Simpuruik
3.      Sebelah Barat dengan Nagari Koto Tuo
4.      Sebelah Timur dengan Nagari Sungayang
Nagari Sungai Tarab menghampar landai mengikuti kemiringan Gunung Marapi. Keadaan seperti ini memberi peluang bagi berkembangnya pertanian. Sumber air yang berada di pinggang Gunung Merapi dengan mudah mengalir kemana-mana mengairi sawah penduduk. Sehingga dari dulu sampai sekarang Sungai Tarab merupakan gudang beras di Kabupaten Tanah Datar. Nagari Sungai Tarab berjarak sekitar 4 km arah ke Utara Kota Batusangkar.
Kabupaten Tanah Datar adalah salah satu kabupaten di Propinsi SumateraBarat yang dikenal sebagai “Luhak Nan Tuo” terletak pada 00°17”s.d. 00°39” LS dan 100°19” s/d 100°51 BT mempunyai luas 1336,00 Km². Wilayah administasi Kabupaten Tanah Datar terdiri dari 14 Kecamatan dan 75 Nagari (setingkat Kelurahan).
Secara geografis wilayah Kabupaten Tanah Datar berada di sekitar kaki gunung Merapi, gunung Singgalang, dan gunung Sago, dan diperkaya pula dengan 25 sungai. Danau Singkarak yang cukup luas sebagian diantaranya merupakan wilayah Kabupaten Tanah Datar yakni terletak di Kecamatan Batipuh Selatan dan Rambatan.
Diantara seluruh kecamatan yang ada, 3 Kecamatan terletak pada ketinggian antara 750 s.d. 1000 meter di atas permukaan laut, yaitu Kecamatan X Koto, Salimpaung, dan Tanjung Baru. Sementara itu empat Kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Lima Kaum, Tanjung Emas, Padang Ganting, dan Sungai Tarab terletak pada ketinggian 450 s.d. 550 meter dari permukaan laut. Sedangkan 7 Kecamatan lagi terletak pada ketinggian yang bervariasi, misalnya Kecamatan Lintau Buo yang terletak pada ketinggian antara 200 s.d. 750 meter dari permukaan laut.
Ibukota Kabupaten Tanah Datar berada di Batusangkar, uniknya Kota Batusangkar ini berada pada tiga (3) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Lima Kaum, Kecamatan Tanjung Emas, dan Kecamatan Sungai Tarab. Sedangkan pusat pemerintahan berada di Kecamatan Tanjung Emas atau tepatnya di Nagari Pagaruyung. Kota Batusangkar ini lebih dikenal sebagai Kota Budaya, karena di Kabupaten Tanah Datar terdapat banyak peninggalan dan prasasti terutama peninggalan Istana Basa Pagaruyung yang merupakan pusat Kerajaan Minangkabau.
Potensi Pertanian
Sub sektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu sub sektor unggulan daerah. Berdasarkan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tanah Datar Tahun 2010 terlihat bahwa kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura cukup besar, yaitu 37,79%. Jenis komoditi unggulan tanaman pangan adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, kedele serta kacang tanah. Sedangkan komoditi hortikultura adalah cabe, bawang daun, tomat, wortel, terung, bawang merah, kubis, buncis, sawi dan kentang, komoditi hortikultura lainnya adalah buah-buahan diantaranya adalah sawo, alpokat, durian, rambutan dan pisang.


2.2  Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
2.2.1   Faktor Edaphis  Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan tanah tempat kami melakukan obsevasi nilai kesuburan tanah sawah di lokasi kegiatan kabupaten tanah datar kisaran nilai dan tingkat penilaian analisis agregat kimia tanah sawah dilokasi kegiatan Kabupaten Tanah Datar,  memiliki nilai kalsium (K) pada kedalaman 0-30 cm adalah 0,37-0,42 agregrat kimia tanah tergolong sawah ini peringkat sedang sedangkan pada kedalaman 30-60 cm adalah 0,37-0,44 agregrat kimia tanah tergolong sawah ini peringkat sedang.
Kisaran Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah Sawah – di Lokasi Kegiatan  Kabupaten Tanah Datar
Tabel 1. Sifat Kimia Tanah (cm)

Sifat Kimia Tanah
Kedalaman Lapisan Contoh (cm)
0 – 30
30 – 60
Nilai
Peringkat
Nilai
Peringkat
pH (H2O)
6,2 – 6,6
S
6,3 – 6,7
S
C-organik (%)
6,62–6,77
S
6,67 –6,77
S
N-total (%)
12,77 – 13,66
S
12,67 – 13,76
S
P2O5 Bray 1 (ppm)
27,2 – 20,7
S
20,0 – 22,7
S
Ca (me/100 g)
6,02 – 6,42
S
6,37 – 6,67
S
Mg (me/100 g)
2,22 – 2,24
S
2,32 – 2,42
S
K (me/100 g)
0,37– 0,42
S
0,37 – 0,44
S
Na (me/100 g)
0,48 – 0,66
S
0,47 – 0,66
S
Total Basa (me/100g)
8,12 – 8,18
S
7,04 –7,26
S
KTK (me/100 g)
21,6 – 22,6
S
24,6 – 26,7
S
Kejenuhan Basa (%)
47,8 – 41,8
S
44,7 – 47,7
S
Kadar Abu (%)
10,06 – 10,11
S
10,66 – 10,77
S
Kadar Air Lapang (%)
170,6-210,6
S
177,6 –227,7
S
Kadar Air Tanah (%)
170,6-201,1
S
175,7 – 187,7
S
Keterangan :
SM = Sangat masam               T = Tinggi                       R = Rendah
ST  = Sangat tinggi                 S = Sedang                    SR = Sangat  rendah

Catatan : Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau
2.2.2   Faktor Klimatologis Ekosistem Sawah Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
2.2.2.1  Suhu Udara Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013 Januari –Maret 2014, rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk suhu udara seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:

Tabel 2. Rata rata suhu udara (0C)
No
Bulan
Suhu udara harian (oC)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
21,1
21,0
21,0
21,5
21,3
21,1
21,1
2.
Mei
20,2
21,1
21,5
23,1
23,1
21,3
21,3
3.
Juni
21,2
21,4
23,0
20,0
20,2
23,1
23,2
4.
Juli
21,4
21,3
23,3
20,5
20,4
20,1
23,1
5.
Agustus
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
6.
September
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,0
7.
Oktober
20,4
21,2
21,1
20,2
23,1
23,2
21,2
8.
November
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
9.
Desember
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
10.
Januari
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,0
11.
Februari
20,4
21,2
21,1
20,2
23,1
23,2
21,2
12.
Maret
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
Catatan: Berdasarkan rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan   Hortikultura Sumatera Barat untuk suhu udara seputaran Kabupaten Tanah Datar

2.2.2.2  Intensitas Radiasi Matahari Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013 Januari –Maret 2014, rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk intensitas radiasi matahari seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:



Tabel 3. Rata Rata Intensitas Radiasi Matahari (Watt/m2/menit)
No
Bulan
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
31,9522
51,3915
59,3522
66,0316
92,6935
62.0290
62.0290
2.
Mei
200,0522
122,6222
122,2296
105,2292
122,2322
122,0220
122,0220
3.
Juni
166,0326
163,0222
192,1221
103,2251
106,9223
105,9321
105,9321
4.
Juli
96,9621
102,6621
103,5321
132,2226
105,2225
102,2223
102,2223
5.
Agustus
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
6.
September
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
7.
Oktober
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
8.
November
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,6623
96,9635
96,9635
9.
Desember
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
10.
Januari
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
11.
Februari
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
12.
Maret
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,6623
96,9635
96,9635
Catatan:    Berdasarkan rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan   Hortikultura Sumatera Barat untuk intensitas cahaya matahari seputaran Kabupaten Tanah Datar

2.2.2.3  Kelembaban Udara Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013 Januari –Maret 2014, rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk kelembaban dara seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:

Tabel 4. Rata Rata Kelenbaban udara(%)
No.
Bulan
Kelembaban udara harian (%)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
86
84
81
84
86
85
85
2.
Mei
75
71
74
73
74
74
74
3.
Juni
79
78
75
74
74
75
81
4.
Juli
82
81
75
71
71
74
74
5.
Agustus
87
81
83
75
76
81
75
6.
September
83
82
75
75
75
76
81
7.
Oktober
84
82
75
81
81
78
79
8.
November
85
81
82
79
78
78
79
9.
Desember
82
81
75
71
71
74
74
10.
Januari
87
81
83
75
76
81
75
11.
Februari
83
82
75
75
75
76
81
12.
Maret
84
82
75
81
81
78
79
Catatan: Berdasarkan rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan   Hortikultura Sumatera Barat untuk intensitas cahaya matahari seputaran Kabupaten Tanah Datar
2.3  Fase Dan Tahap-Tahap Pertumbuhan Padi (Oryza sativa)
2.3.1        Fase pertumbuhan padi
Berdasarkan hasil  wawancara dengan salah satu petani tanggal 27 april 2013, pada ekosistem sawah Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab beberapa varietas tanaman padi antara lain:  A1, SPR, dan Tapak Daro.
Pada dasarnya tanaman padi terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif  (akar, batang, dan daun) dan bagian generatif berupa malai dan bunga (Suparyono dan Setyono, 1993 dalam Afrizal, 2009). Bagian vegetatif merupakan organ-organ tanaman yang berfungsi mendukung dan menyelenggarakan proses pertumbuhan, termasuk ke dalam bagian ini adalah akar, batang, dan daun. Sedangkan organ generatif berfungsi sebagai alat reproduksi bagi padi sehingga menghasilkan bulir padi yang berisi beras. Baik itu bagian vegetatif  maupun generatif dalam pertumbuhannya membutuhkan unsur hara yang cukup (Afrizal, 2009).
Pada umumnya siklus hidup tanaman padi berbeda-beda menurut varietas dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Di Indonesia, umur tanaman padi berkisar antara 120-210 hari, dengan melalui dua fase pertumbuhan yaitu: pertumbuhan vegetatif dan perumbuhan generatif. Pertumbuhan vegetatif dimulai dari perkecambahan benih sampai keluar primordia yang terdiri dari stadia perakaran, stadia anakn produktif, dan stadia anakan non produktif (Darwin dalam Syarief, 1988)
Selanjutnya Sumartono, 1984 dalam Syarief (1988), menjelaskan bahwa fase-fase pertumbuhan padi pada periode vegetatif berakhir sampai umur tanaman 60-70 hari sejak penaburan benih. Periode reproduktif biasanya berlangsung selama 30 hari setelah periode vegetatif. Selama periode reproduktif ini berlangsung pula fase primordia, perpanjangan ruas, keluarnya malai dari pelepah daun, berbunga dan terjadinya persarian. Kemudian tiba pula saatnya periode pemasakan buah (bulir) yang lamanya berkisar antara 25 – 30 hari. Pada periode ini terjadi fase masak susu, masak tepung, dan masak gabah.

                                      
Gambar  3. Fase pertumbuhan tanaman padi ( Scribd, 2010)
                              
Gambar  4. Periode/fase pertumbuhan ( Scribd, 2010)

2.3.2 Tahap-tahap penanaman padi
2.3.2.1 Pembibitan
Sebelum ditanam, tanaman padi harus disemaikan terlebih dahulu. Persemaian itu harus disiapkan dan dikerjakan dengan baik, maksudnya agar diperoleh bibit yang baik, sehingga pertumbuhannya akan baik pula.
                                 
Gambar 5. Persemaian basah (Arsip 6C, 2014)

   Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan persemaian sebagai berikut :
1.      Memilih tempat pesemaian
Tempat untuk membuat persemaian merupakan syarat yang harus diperhatikan agar diperoleh bibit yang baik.
1)        Tanahnya harus yang subur, banyak mengandung humus, dan gembur.
2)        Tanah itu harus tanah yang terbuka, tidak terlindung oleh pepohonan, sehingga sinar matahari dapat diterima dan dipergunakan sepenuhnya.
3)        Dekat dengan sumber air terutama untuk persemaian basah,  sebab pesemaian banyak membutuhkan air. Sedanggkan pesemaian kering dimaksudkan mudah mendapatkan air untuk menyirami apabila persemaian itu mengalami kekeringan.
4)        Apabila areal yang akan ditanami cukup luas sebaiknya tempat pembuatan pesemaian tidak berkumpul menjadi satu tempat tetapi dibuat memencar. Hal itu untuk menghemat biaya atau tenaga pengangkutannya.


2.      Mengerjakan tanah untuk pesemaian
1)      Pesemaian Kering
Prinsip pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah. Rumput-rumput dan sisa-sisa jerami yang ada harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik  dengan bajak dan digaru, atau bisa dan halus. juga memakai cangkul yang terpenting tanah menjadi gembur.
2)      Pesemaian Basah
Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibeersihkan lebih dulu. Kemudian sawah digenangi air, maksud digenagi air ini agar tanag menjadi klunak, rumpput-rumputan yang akan tumbuh  menjadi mati, dan bermacam-macam serngga yang dapat merusak bibit mati pula.

3.      Penaburan biji
Untuk memilih biji-biji yang bernas dan tidak, biji harus direndam dalam air. Biji-biji yang bernas akan tenggelam sedangkan yang biji-biji yang hampa akan terapung. Dan biji-biji yang terapaung bisa dibuang. Maksud perendaman selain memilih biji yang bernas, biji juga agar cepat berkecambah. Lama perendaman cukup 24 jam, kemudian bijhi diambil dari rendaman lalu di peram dibungkus memakai daun pisang dan karung. Pemeraman dibiarkan selama 8 jam.
Apabila biji sudah berkecambah dengan panjang 1 mm, maka biji disebar ditempat pesemaian. Diusahakan agar penyebaran biji merata, tidak terlalu rapat dan tidak terlalu jarang. Apabila penyebarannya terlalu rapat akan mengakibatkan benih yang tumbuh kecil-kecil dan lemah, tetapi penyebaran yang terlalu jarang biasanya menyebabkan tumbuh benih tidak merata.

4.      Pemeliharaan pesemaian
1)      Pengairan
Pada pesemaian basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air selama 24 jam, baru dikeringkan. Genangan air dimaksudkan agar biji yang disebar tidak berkelompok-kelompok sehingga dapat merata. Adapun Pengeringan setelah penggenangan selama 24 jam itu dimaksudkan agar biji tidak membusuk dan mempercepat pertumbuhaan.
Pada pesemaian kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan. Air dimasukan dalam selokan antara bedengan-bedengan, sehingga bedengan akan terus-menerus mendapatkan air dan benih akan tumbuh tanpa mengalami kekeringan. Apabila benih sudah cukup besar, penggenangan dilakukan dengan melihat keadaan. Pada bedengan pesemaian bila banyak ditumbuhi rumput, perlu digenagi aiar. Apabila pada pesemaian tidak ditumbuhi rumput, maka penggenangan air hanya kalau memerlukan saja.
2)      Pengobatan
Untuk menjaga kemungkinan serangan penyakit, pesemaian perlu disemprot dengan Insektisida 2 kali, yaitu 10 hari setelah penaburan dan sesudah pesemaian berumur 17 hari.

2.3.2.2       Pengolahan Tanah 
Cara Mengolah Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah disiapkan sejak dua bulan penanaman. Pelaksanaanya dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu dengan cara tradisional dan cara modern.
·         Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawa dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuaya dilakukan oleh nusia atau dibantu ooleh binatang misalnya, kerbau dan sapi.
·         Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahaan tanah sawa yang dilaukan dengan mesin. Dengan traktor dan alat-alat pengolahan tanah yang serba dapat kerja sendiri.
1)      Pembersihan
Sebelum tanah sawa dicangkul harus dibersihkan lebih dahulu dari jerami-jerami atau rumput-rumput yang ada. Dikumpulkan di satu tempat atau dijadikan kompos. Sebaiknya jangan dibakar, sebab pembakaran jerami itu akan menghilangkan zat nitrogen yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
2)      Pencangkulan
Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu agar tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan pematang-pematang yang bocor.
3)      Pembajakan
Sebelum pembajakan, sawah harus digenangi air lebih dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah yang dalamnya antara 12-20 cm. tujuan pembajakan adalah mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis seperti : pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai pembajakan sawah digenangi air lagi selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakan bongkahan-bongkahan tanah.
4)      Penggaruan
Pada waktu sawah akan digaru genangan air dikurangi. Sehingga cukup hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.
Setelah penggaruan pertama selesai, sawah digenagi air lagi selama 7-10 hari, selang beberapa hari diadakan pembajakan yang kedua.
Tujunnya yaitu: meratakan tanah, meratakan pupuk dasar yang dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih sempurna.

2.3.2.3       Penanaman
1.    Pemilihan bibit
Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan bibit di pesemaian. Bibit yang akan dicabut adalah bibit yang sudah berumur 25-40 hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai. Sebelum pesemaian 2 atau 3 hari tanah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan memudahkan pencabutan.

                           
Gambar 6. Penanaman (Arsip 6C, 2014)
Caranya, 5 sampai 10 batang bibit kita pegang menjadi satu kemudian ditarik ke arah badan kita, usahakan batangnya jangan sampai putus. Ciri-ciri bibit yang baik antara lain:
·      Umurnya tidak lebih dari 40 hari
·      Tingginya kurang lebih dari 40 hari
·      Tingginya kurang lebih 25 cm
·      Berdaun 5-7 helai
·      Batangnya besar dan kuat
·      Bebas dari hama dan penyakit
Bibit yang telah dicabut lalu diikat dalam satu ikatan besar untuk memudahkan pengangkutan. Bibit yang sudah dicabut harus segera ditanam, jangan sampai bermalam. Penanaman padi yang baik harus menggunakan larikan ke kanan dank e kiri dengan jjarak 20 x 20 cm, hal ini untuk memudahkan pemeliharaan, baik penyiangan atau pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat-zat makanan secara merata.
Dengan berjalan mundur tangan kiri memegang bibit, tangan kanan menanam, tiap lubang 2 atau 3 batang bibit, dalamnya kira-kira3 atau 4 cm. usahakan penanaman tegak lurus jangan sampai miring.
Usahakan penanaman bibit tidak terlalu dalam ataupun terlalu dangkal.
 Bibit yang ditanam terlalu dalam akan menghambat pertumbuhan akar dan anakannya sedikit. 
Bibit yang ditanam terlalu dangkal akan menyebabkan mudah reba atau hanyut oleh aliran air. Dengan demiikian jelas bahwa penanaman bibit yang terlalu dalam maupun terlalu dangkal akan berpengaruh pada hasil produksi.

2.3.2.4       Pemeliharaan
1.    Pengairan
Air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman padi sawah. Masalah pengairan bagi tanaman padi sawah merupakan salah satu faktor penting yang harus mendapat perhatian penuh demi mendapat hasil panen yang akan datang.
Air yang dipergunakan untuk pengairan padi di sawah adalah air yang berasal dari sungai, sebab air sungai banyak mengandung lumpur dan kotoran-kotoran yang sangat berguna untuk menambah kesuburan tanah dan tanaman. Air yang berasal dari mata air kurang baik untuk pengairan sawah, sebab air itu jernih, tidak mengandung lumpur dan kotoran.
Memasukan air kedalam sawah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Air yang dimasukan ke petakan-petakan sawah adalah air yang berasal dari saluran sekunder. Air dimasukan ke petakan sawah melalui saluran pemasukan, dengan menghentikan lebih dahulu air pada saluran sekunder. Untuk menjaga agar genangan air didalam petakan sawah itu tetap, jangan lupa dibuat pula lubang pembuangan. Lubang pemasukan dan lubang pembuangan tidak boleh dibuat lurus. Hal ini dimaksudkan agar ada pengendapan lumpur dan kotoran-kotoran yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Apabila lubang pemasukan dan Lubang pembuangan itu dibuat luru, maka air akan terus mengalir tanpa adanya pengendapan.
Pada waktu mengairi tanaman padi di sawah, dalamnya air harus diperhatikan dan disesuaikan dengan umur tanaman tersebut. Kedalaman air hendaknya diatur dengan cara sebagai berikut:
·         Tanaman yang berumur 0-8 hari dalamnya air cukup 5 cm.
·         Tanaman yang berumur 8-45 hari dalamnya air dapat ditambah hingga 10-20 cm.
·         Tanaman padi yang sudah membentuk bulir dan mulai menguning dalamnya air dapat ditambah hingga 25 cm. setelah itu dikurangi sedikit demi sedikit.
·         Sepuluh hari sebelum panen sawah dikeringkan sama sekali. Agar padi dapat masak bersama-sama.
2.    Penyiangan dan Penyulaman
Setelah penanaman, apabila tanaman padi ada yang mati harus segera diganti (disulam). Tanaman sulam itu dapat menyamai yang lain, apabila penggantian bibit baru jangan sampai lewat 10 hari sesudah tanam. Selain penyulaman yang perlu dilakukan adalah penyiangan agar rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman padi tidak bertumbuh banyak dan mengambil zat-zat makanan yang dibutuhkan tanaman padi. Penyiangan dilakukan dua kali yang pertama setelah padi berumur 3 minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6 minggu.
3.    Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah zat-zat dan unsur-unsur makanan yang dibutuhkan oleh tanaman di dalam tanah. Untuk tanaman padi, pupuk yang digunakan antara lain:
a.       Pupuk alam, sebagai pupuk dasar yang diberikan 7-10 hari sebelum tanaman dapat digunakan pupuk-pupuk alam, misalnya: pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos. Banyaknya kira-kira 10 ton / ha.Pupuk buatan diberikan sesudah tanam, misalnya: ZA/Urea :
·         ZA/Urea : menyuburkan tanah, mempercepat tumbuhnya anakan, mempercepat tumbuhnya tanaman, dan menambah besarnya gabah.
·         DS/TS : mempercepat tumbuhnya tanaman, merangsang pembungaan dan pembentukan buah, mempercepat panen.
·         ZK : memberikan ketahanan tanaman terhadap hama / penyakit, dan mempercepat pembuatan zat pati.

2.3.2.5       Saat Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.
Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.
1. Cara Panen
Secara tradisional padi dipanen dengan ketam. Hanya saja panen dengan alat ketam tersebut agak lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk waktu setengah hari. Sementara panen dengan ketam memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.
                             
Gambar 7. Pemanenan (Arsip 6C, 2014)

2.    Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.
Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
2.4 Keanekaragaman Hayati Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat
Berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 20 April 2014 di Kecamatan Sungai Tarap, Kabupaten Tanah Datar, Desa Batusangkar terdapat berbagai jenis tanaman yang ada pada ekosistem sawah.
a)    Tanaman padi (Oryza sativa)
Gambar 8. Tanaman padi Oryza sativa (Arsip 6C, 2014)

Padi Adalah tanaman yang paling penting di negeri kita Indonesia ini. Menurut Admin (2011), tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata – rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 – 2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 – 1500 m dpl.
Disamping itu juga berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa hama yang sering menyerang tanaman padi, diantaranya:
1)   Wereng daun padi
Jenis wereng yang menyerang daun padi diantaranya : Nephotettix inpicticeps, Nephotettix apicalis, Thaia Sp, dan Inazuma dorsalis. Hama wereng ini merupakan hama penyakit yang disebabkan oleh virus, misalnya penyakit yellow dwarf dan orange leaf.
Tanaman padi yang terserang mempunyai ciri-ciri :
(1)  Terdapat bercak-bercak coklat pada daun
(2)  Paunnya menguning
(3)  Pada serangan berat tanaman hama padi

2)  Burung
Burung yang sering menyerang tanaman padi (pada fase masak susu) di antaranya jenis burung pipit, burung gelatik dan burung tempua/manyar. Untuk menanggulangi adanya serangan berbagai macam burung tersebut dapat dilakukan cara :
(1) membuat orang-orangan sawah agar burung itu takut
(2) memasang perangkap burung/ menjaring

4) Tikus
Tikus sawah merupakan hama utama penyebab kerusakan padi di Indonesia. Penyerangannya di lakukan sejak padi di persemaian sampai panen, bahkan tikus sawah pun menjadi hama di gudang penyimpanan padi. Rata-rata kerusakan pada tanaman padi yang di akibatkan serangan hama tikus sawah mencapai 17% per tahun. Permasalahan ini antara laindisebabkan pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan setelah terjadi serangan (karena lemahnya monitoring), sehingga penanganan hama tikus menjadi terlambat.
Disamping itu, pemahaman petani mengenai informasi aspek dinamika populasi tikus, yang menjadi dasar dalam pengendalian juga masih kurang. Kecenderungan petani masih kurang peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi pengendalian yang masih lemah, dan pelaksanaan pengendalian yang tidak berkelanjutan dapat mengakibatkan meningkatnya hama tikus sawah.

Gambar 9. Tikus di sawah (6C, 2014)

Menurut Kusnaedi (1999) dalam http://blogs.unpad.ac.id/ pasirbiru /2010/07/26/pemberantasan-hama-tikus/, upaya pengendalian hama tikus yang umum dilakukan adalah:
a)    Pengemposan; pengemposan dilakukan dengan cara memberikan asap belerang pada lubang-lubang tikus dengan tujuan agar tikus yang berada dalam lubang tersebut keracunan yang pada akhirnya akan mati. Cara ini cukup efektif dalam mengendalikan hama tikus secara langsung. Namun bila lokasi tikus berada jauh di dalam sedangkan gas belerang yang dimasukkan tidak mencapainya, cara ini tidak akan berhasil. Selain itu cara pengemposan ini cukup mahal.
b)   Pemberian racun; penggunaan racun adalah cara yang paling banyak digunakan petani dalam mengendalikan tikus. Saat ini telah banyak dijual berbagai jenis racun tikus dengan keunggulan masing-masing. Penggunaan racun ini dilakukan dengan memberikan rodentisida pada makanan tikus sebagai umpan. Hanya saja, penggunaan racun ini selain kurang efektif tetapi juga akan membunuh musuh alami yang memakan tikus ini.
c)    Perangkap; banyak alat-alat yang dapat dirancang untuk menangkap tikus. Dengan menggunakan perangkap ini selain murah, juga aman bagi manusia maupun bagi musuh alaminya.Namun demikian, pemakaian alat perangkap ini harus memperhatikan jenis umpan yang digunakan.Terkadang tikus jeli terhadap suatu umpan atau hapal pada suatu jebakan.Oleh kerana itu diperlukan adanya variasi umpan dan jebakan yang tidak mudah dihapal tikus. Penggunaan umpan yang mencolok seperti ubi-ubian yang dipasang pada tanaman palawija yang belum menghasilkan umbi akan menarik perhatian tikus. Beberapa perangkap tikus yang sering digunakan antara lain : perangkap kawat, perangkap jepit, jala kremat, lubang bambu, dan lain-lain.
d)   Gropyokan adalah gerakan pembasmian hama yang dilakukan secara massal dengan cara pemburuan bersama-sama. Pengendalian gropyokan melibatkan seluruh masyarakat. Sistem gropyokan ini akan lebih efektif bila hasil tangkapannya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain atau ada upah bagi yang menangkap hama. Pemanfaatan hasil tangkapan merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi semaraknya sistem gropyokan.Hama tikus yang berhasil ditangkap dapat dimanfaatkan kulitnya untuk menjadi bahan kulit.Sayangnya di Indonesia sistem gropyokan hanya dilakukan pada awal-awal tanam atau saat tertentu saja.
e)    Penggunaan musuh alami; dalam jaring-jaring makanan, tikus merupakan pemakan omnivora yang juga bisa dimakan oleh musuh alaminya. Musuh alami (predator) pada prinsipnya hewan lain yang memangsa organisme lain untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara berulang-ulang. Sampai saat ini penggunaan predator tikus masih belum umum dilakukan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani sendiri terhadap hama tikus. Penanggulangan tikus dengan melepas dan menjaga kelangsungan hidup musuh alaminya akan membantu mengurangi populasi tikus yang ada. Adapun predator yang paling ditakuti tikus antara lain: kucing, anjing terlatih , burung hantu, ular sawah, dan burung elang.

5)   Keong
Keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) atau dikenal GAS (golden apple snail) sering dianggap biang kegagalan panen padi. Keong mas merupakan salah satu  jenis mollusca. Selain menjadi hama padi, keong mas sebenarnya juga memiliki potensi ekonomi cukup tinggi kalau bisa memanfaatkannya.
Keong ini termasuk hewan berjenis kelamin tunggal. Perkawinan keong mas dapat dilakukan sepanjang musim. Seekor keong mas mampu memproduksi sekitar 1.000-1.200 butir telur setiap bualn atau 200-300 butir tiap minggu. Stadium paling merusak ketika keong mas berukuran 10 mm (kira-kira sebesar biji jagung) sampai 40 mm (kira-kira sebesar bola pimpong). Hewan ini dapat hidup pada air yang memiliki pH 5-8, serta toleransi suhu antara 18-28 derajat celcius. Pada suhu lebih tinggi, keong mas makan lebih cepat, bergerak lebih cepat, dan tumbuh lebih cepat. Pada suhu yang lebih rendah, keong mas masuk ke dalam lumpur dan menjadi tidak aktif. Pada suhu di atas 32 derajat celcius, hewan ini memiliki tingkat mortalitas yang tinggi.

        Gambar 10. Keong di sawah (Arsip 6C, 2014)
Hewan ini dapat menyerang tanaman padi muda, baik di persemaian maupun bibit yang baru di pindahkan ke sawah. Dengan kepadatan populasi sekitar 10-15 ekor per meter persegi, keong mas mampu menghabiskan padi muda dalam waktu 3 hari jika air sawah dalam keadaan tergenang dan menimbulkan kerusakan yang cukup berat bagi daerah persawahan. Para petani juga kehilangan bibit yang ditanam dan harus menyulamnya kembali. Keong mas sangat mengganggu lahan pertanian sehingga disebut hama unggul, karena memakan segala tanaman terutama tanaman padi muda dan bibit.

Menurut Fryer dalam Tegar (2013), terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam pemberantasan gulma padi diantaranya:
a)    Tindakan pencegahan
Ini melibatkan usaha dan perlakuan untuk mencegah gulma berbuah atau bercokol dalam tanaman atau antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Dalam kasus tanaman padi, pemakaian biji tanaman yang bersi, penyusunan pupuk yang tepat, kebersihan peralatan dan pencegahan air mengalir dan tanah larut, dapat merintangi penyebaran benih gulma yang terlibat.
b)   Penyiapan tanah untuk pemberantasan gulma.
Ini termasuk: meratakan, membajak, menggaru, mengikat, penghalusan tanah dan mengkombinasikannya.Pada tanaman padi, pemerataan tanah dan menggenangnya (dengan air) istimewa pentingnya, member keseragaman dalam aspek-aspek ekologis pada kelompok gulma dan menunjang kepada pencegahan perkecambahan biji-biji tanaman dan kepada peningkatan keefektifan cara-cara pemberantasan yang lain.
    
 
Gambar 11. Gulma Padi (Arsip 6C, 2014)

Selanjutnya, yang belakangan memberikankeampuhan yang lebih tinggipada herbisida di sawah-sawah jika dikombinasikan dengan manajemen air. Karena itu penggenangan air telah dilakukan sebelum penanaman padi, sebagai tindakan yang perlu untuk pemeliharaan pupuk dalam tanah dan membantu manajemen air dalam penanaman padi. Hal ini harus diakui sebagai bantuan terhadap pemberantasan gulma.
c)    Penyiangan primitif dengan tangan (manual)
Ini dapat meliputi beberapa macam cara-cara pemberantasan, yang hampir semuanya memerlukan jumlah buruh yang luar biasa. Memotong gulma dengan alat yang sederhana yang disebut ‘tajak’ atau machete atau sejenis pisaulainnya, sebelum penanaman, telah sering dilakukan kawasan-kawasan tropik berkembang. Membasmi gulma dengan tangan terhadap tanaman yang berasal dari biji, segera setelah penanaman padi, telah dilakukan di seluruh jepang sejak 30 tahun yang lalu.
d)   Penyiangan mekanis
Ini melibatkan pembuangan dari dalam tanah atau pembunuhan kecambah gulma dan tanaman gulma yang lanjut usia dengan alat rotari (tajak berputar) yang didorong dengan tangan dan alat-alat penyiang yang berbentuk keranjang yang beroperasi antar barisan (tanaman).
e)    Pengolaan air
Ini merupakan cara yang sangat penting untuk memberantas atau menebas gulma rumput pada padi yang direndam air, dan kombinasi pengolaan air dengan cara-cara lain seperti aplikasi zat kimia dan persiapan tanah memberi hasil yang lebih tinggi. Pada umumnya, perendaman yang dalam tanpa menekan pertumbuhan tanaman padi, efektif untuk memberantas kedua-duanya, di sawah, yaitu gulma kering dan basah.
Menurut Smith dan Shaw (1996) dalam Fryer 1977, kedalaman dan pada saat perendaman padi sangat mengatur tingkat serangan rumput, sebangsa jewawut Echinochloa (barnyardgrass) dan sprangletop, khusus dalam asosiasi dengan suhu air. Selanjutnya drainase pengeringan air sawah yang tuntas dan tepat waktunya, dapat menolong dalam pemberantasan gulma air yang banyak, termasuk ganggang dan dueksalad.

f)    Rotasi tanaman
Hal ini dipakai secara luas, bukan saja untuk memajukan dan mempertahankan produksi padi dengan jalan meringankan kekurangan-kekurangan tanah, tetapi juga untuk memberantasan gulma-gulma padi.

       Gambar 12 : Gulma pada sawah (Arsip 6C, 2014)

2.5 Interaksi Antara Tumbuhan Pada Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat
Pada ekosistem sawah terdapat komponen biotik dan abiotik sebagai penyusun kehidupan dalam ekosistem tersebut. Komponen biotik dan abiotik membentuk suatu interaksi yang terkait dengan keberlangsungan hidup ekosistem tersebut.
Interaksi dapat dibedakan menjadi : interaksi antar organisme, interaksi antar populasi,interaksi antar komunitas, interaksi antar komponen biotik, dan interaksi antar komponen biotik dan abiotik.

1.      Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.
Interaksi antarorganisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.    Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contoh : interaksi antara tanaman padi dengan tanaman kangkung liar di sawah. Dalam ekosistem sawah tidak ada interaksi antara padi dan kangkung.  Tidak ada interaksi antara padi dan kangkung karena tidak saling merugikan dan diuntungkan.

                         Gambar 13 : Interaksi padi dan kangkung liar (Arsip 6C, 2014)
2.    Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Interaksi laba-laba dengan belalang. Dalam rantai makanan,  predator menempati posisi sebagai konsumen sekunder. Peran laba-laba dalam ekosistem sawah tersebut yaitu sebagai pemangsa (memakan) dan peran belalang yaitu sebagai mangsa (dimakan). Contoh lain predasi  : katak dimakan ular, tikus dimakan ular (lebih jelas dapat dilihat pada rantai makanan atau jaring-jaring makanan.
                   
Gambar 14 : belalang yang dimakan laba-laba (arsip 6C, 2014)

3.    Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Simbiosis paratisme, yaitu: interaksi dua individu/ populasi di mana salah satu individu untung, sedang simbion pasangannya rugi contohnya:
1)          Padi dan tikus, dimana tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase pertanaman padi fase vegetatif tikus akan memutuskan batang- batang padi sehingga tampak berserakan. Burung dengan padi, burung- burung hama padi memakan langsung bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan hasil secara langsung. Diantara burung- burung ini , bondol hitam dan bondol uban memegang perananyang lebih penting.Kedua burung ini dapat menyebabkan patahnya malai karena mereka sering hinggap secara bersama- sama padi.
2)          Keong, hewan ini dapat menyerang tanaman padi muda, baik di persemaian maupun bibit yang baru di pindahkan ke sawah.

           Gambar 15 : keong yang parasit pada padi (Arsip 6C,2014)

3)          Serangga, pada serangga- serangga hama yang mengalami metamorphosis sederhana, umumnya  nimfa dan imago  mempunyai habitat yang sama.Mereka sama- sama aktif makan dan sama- sama merusak tanaman atau dengan kata lain limfa  dan imago semuannya menjadi hama.Akan tetapi, tidak demikian halnya bagi  serangga hama yang mengalami metamorphosis sederhana.
Gambar 16 : serangga parasit pada rumput
dan ulat bulu yang parasit padi  padi (Arsip 6C, 2014)

4.      Komensalisme adalah merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan.
Contoh : interaksi antara tanaman padi dengan laba-laba. Laba-laba adalah pihak yang berkepentingan (untung) untuk mendapatkan tempat tinggal dengan membuat sarang laba-laba pada tanaman padi.  Sedangkan padi tidak mendapatkan dan tidak kekurangan apapun akibat aktivitas laba laba terhadap padi. Sehingga laba-laba adalah  pihak yang untung dan padi pihak yang tidak dirugikan.

  
Gambar 17 : interaksi antara laba-laba dan padi (Arsip 6C, 2014)

5.      Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh : interaksi antar genjer dan tanaman di sawah Genjer/ paku rawan merupakan tumbuhan rawa yang biasa hidup di sawah. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa genjer dapat  berguna untuk menyerap zat pencemar di air dan untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan, sehingga tanaman genjer ini memberi keuntungan bagi lingkungan sawah untuk menghindarkan sawah dari pencemaran sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal.
  Gambar 18 : interaksi antara genjer dan tanaman sawah (Arsip 6C, 2014)
2.      Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya.Contoh interaksi antar populasi adalah alelopati dan kompetisi. Contoh : Alelopati yang dihasilkan alang-alang.  Alelopati yang dihasilkan rumput liar yang menekan menekan pertumbuhan tanaman utama /tanaman padi.
Gambar 19 : Alang-alang dan rumput di sawah  (Arsip 6C, 2014)

3.      Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat. 


4.      Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubungan antara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi. 
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru. Salah satu interaksi yang terjadi antara komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada ekosistem sawah yaitu antara tanah, air, dan tanaman padi. Tanaman padi membutuhkan tanah sebagai media tumbuh yang mengandung zat hara, air untuk siklus hidup serta metabolisme tanaman padi, dan cahaya matahari untuk proses fotosintesis yang menghasilkan cadangan makanan.

      

Gambar 20 : Interaksi antar padi tanah dan air.
Padi membutuhkan padi dan tanah untuk tumbuh ( Arsip 6C, 2014)

2.5 Rantai dan Jaring – jaring Makanan Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat
Sebelum menjelaskan tentang jaring – jaring makanan terlebih dahulu kita membahas tentang rantai makanan.
a.         Rantai Makanan
Rantai makanan adalah perjalanan makan dan dimakan dengan urutan tertentu antar makhluk hidup.
Didalam ekosistem tumbuhan sawah bertingkat dilihat dari segi rantai makanannya disetiap fase-fase penanaman padi memiliki beberapa bentuk rantai makanan yaitu:
a.       Rantai makanan fase penanaman


                             Gambar 21. Rantai makanan fase penanaman (Arsip 6C, 2014)

b.      Rantai makanan fase prapanen

Gambar 22. Rantai makanan fase prapanen (Arsip 6C, 2014)

c.       Rantai makanan fase panen
Gambar 23. Rantai makanan Pasca Panen (Arsip 6C, 2014)

Urutan peristiwa makan dan dimakan di atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat terus berjalan, maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah konsumen kesatu, konsumen kesatu lebih banyak dari pada konsumen kedua, dan begitulah seterusnya. Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai makanan, yaitu pengurai. Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Hasil kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh pengurai adalah bakteri dan jamur.

b.      Bagan Jaring-jaring Makanan pada Ekosistem Sawah
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak komponen. Komponen-komponen ekosistem, antara lain, produsen, konsumen dan pengurai.

    Gambar 24. Jaring-jaring makanan (Arsip 6C, 2014)

1.    Produsen.
Semua tumbuhan hijau adalah produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya. Contoh produsen adalah padi, ubi, sagu,dan tomat.
2.    Konsumen.
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
1. Konsumen Tingkat I. Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh energi langsung dari produsen. Contohnya (ulat dan belalang )
2. Konsumen Tingkat II. Konsumen tingkat II adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan  dari konsumen tingkat I. Contohnya ( ayam dan tikus )
3. Konsumen Tingkat III. Konsumen tingkat III adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat II. Contohnya ( ular dan elang )
3. Pengurai
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai membantu proses penyuburan tanah. Misalnya, bakteri dan jamur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 27 april 2013 di Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab  terdapat berbagai jenis tanaman yang ada pada ekosistem sawah bertingkat (Tabel 4).

Tabel 1.4 Nama tanaman dan jumlah individu keanekaragaman tumbuhan pada  ekosistem sawah Kontur bertingkat
No.
Nama Lokal
Nama Latin
Jumlah
1.
Aur-aur
Commelina nudiflora
>  20 ( Banyak )
2.
Tapak dara
Ludwigia perennis
15-17 ( Sedang )
3.
Salentrong/sawi langit
Vernonia cinerea
3 ( Sedikit )
4.
Cacabean
Ludwigia hyssofolia
5 ( Sedikit )
5.
Mikania
Mikania micrantha
6 ( Sedikit )
6.
Aur-aur
Commelina diffusa
2 ( Sedikit )
7.
Pegagan
Hydrocotyle asiatica Linn
2 ( Sedikit )
8.
Bunga Cerutu
Cuphea balsamona
> 20 ( Banyak )
9.

Elatine triandra
13 ( Sedang )
10.
Rumput Jajagoan
Echinochloa cruss galli
> 20 ( Banyak )
11.
Panon munding
Frimbristylis miliaceae
> 20 ( Banyak )
12.
Rumput Teki 3
Cyperus pilosus
18 ( Sedang )
13.
Ki apu
Salvinia rotandifolia
9 ( Sedikit )
14.
Genjer
Limnocharis flava
3 ( Sedikit )

Keterangan :
Jumlah tanaman < 10 batang = sedikit
Jumlah tanaman 10-20 batang = sedang
Jumlah tanaman > 20 batang = banyak

BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya sistem pemprosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (Elfis, 2010). Ekosisitem disusun oleh komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi,  komponen biotik terdiri dari :produsen, konsumen dan pengurai. Dan komponen abiotiknya antara lain Air, cahaya, tanah dll.
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem. Hubungan antara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.

3.2    SARAN
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dikarenakan atas keterbatasan wawasan dalam membuat makalah ini.Oleh karena itu diharapkan kepada bapak dan rekan-rekan agar dapat memaklumi,dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Admin. http://dewaarka.wordpress.com, 2009. Diakses 11 Mei 2013
Admin. http://mbem25.blogspot.com/2012/05/hubungan-iklim-dan-pertumbuhan-tanaman.html. (Diakses: 3 Mei 2014)




Admin.http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Laweh,_Sungai_Tarab,_Tanah_Datar



Elfis. 2010. http://elfisuir.blogspot.(Diakses: 10 Mei 2011)

Rian. 2012.  http://rianbio.wordpress.com/category/ekologi-tumbuhan/. (Diakses: 3 Mei 2014)

Rozali, Rahmi. 2013. http://02061967.blogspot.com/.  (Diakses: 3 Mei 2014)

Subagyono, Kasdi. Dariah, Ai. Surmaini, Elsa. Kurnia, Undang. 2010. Tanah Sawah dan Teknologi Pengolahannya: Pengolahan Air pada Tanah Sawah. Balai Pustaka: Jakarta

Tjahjono, Budi dan Harahap, Idham Sakti. 1992. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar