PENDAHULUAN
1.1
Pengertian Ekosistem Sawah
1.1.1 Pengertian
Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali di kemukakan
oleh Tansley (1935). Ia mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara
komponen biotik (tumbuhan, hewan, manusia, mikroba) dengan komponen abiotik
(cahaya, udara, air, tanah dsb) dialam.
Sebenarnya merupakan hubungan komponen yang membentuk sistem. Ini berarti baik
dalam struktur maupun fungsi komponen-komponen tadi adalah suatu kesatuan yang
tidak dapat terpisahkan. Sebagai konsekwensinya apabila salah satu komponen
terganggu, maka komponen lainnya secara cepat atau lambat akan terpengaruh.
Sistem alam ini disebut sebagai sistem ekologi, yang kemudian disingkat dan
menjadi lebih dikenal sebagai ekosistem. (Amril, 2012).
Menurut UU Lingkungan Hidup Tahun 1997, ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Unsur-unsur
lingkungan hidup,
baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati,
semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing
tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan saling
berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat
dipisah-pisahkan (Rian, 2012).
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara kompleks
didalamnya terdapat habitat, tumbuhan dan binatang yang dipertimbangkan sebagai
unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai
siklus materi dan aliran energi (Woodbury dalam
Indriyanto, 2008). Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, dalam
Indriyanto 2008). Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi
tempat berlangsungnya sistem pemprosesan energi dan perputaran materi oleh
komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (Elfis, 2010).
1.1.2 Pengertian
Sawah
Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi
untuk tempat menanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga
genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam
pertumbuhannya.
Sawah adalah lahan usaha pertanian yang
secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami
padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah
digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu
menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode
tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi
dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah
tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di
sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
Pada lahan yang
berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras untuk menghindari erosi dan
menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung
di Jawa dan Bali.
1.1.3 Pengertian Ekosistem Sawah
Ekosistem sawah merupakan ekosistem yang
mencirikan ekosistem pertanian sederhana dan monokultur berdasarkan atas
komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya. Selain itu ekosistem yang berada
di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah berubah sehingga akan
sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut. Hal inilah
yang menjadikan daerah pertanian dan perkebunan sering terjadi serangan hama.
Oleh karena itu ledakan hama merupakan ciri setiap pertanian monokultur (Untung
dalam Amril, 2012).
Ekosistem
sawah terdiri dari faktor biotik yang meliputi padi ( tanaman utama sawah ),
tanaman sekunder, hewan, dan tanaman liar.
a. Padi (Oryza sativa)
Padi pada saat ini tersebar luas di seluruh
dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu
udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli
menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa.
Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat
ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada
sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi
yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar.
b.
Tanaman Sekunder
Di sawah yang di olah petani, sering
ditemui tanaman lain yang bermanfaat bagi petani. Sebagai contohnya tanaman
pisang. Pisang yang membutuhkan air yang cukup, baik tumbuh di lingkungan
persawahan. Juga banyak tanaman lain yang bermanfaat bagi petani.
c.
Hewan
Lingkungan sawah menjadi tempat
berkumpulnya banyak hewan. Baik yang liar ataupun peliharaan. Sebut saja burung
pemakan padi, jangkrik, keong, ikan, ular, tikus, dan lainnya. Hewan tersebut
terhubung dalam suatu rantai makanan. Tikus dan burung memakan padi. Ular
berfungsi sebagai predator dari pemangsa padi sebelum di mangsa oleh predator
diatasnya ataupun mati di urai oleh bakteri pengurai. Hewan pemakan padi ini di
anggap sebagai hewan penggangu.
Di samping itu ada juga hewan yang memang
di manfaatkan petani untuk membantu dalam pengerjaan dan pengolahan sawah. Sebagai
contoh yaitu sapi. Sapi berguna dalam membajak sawah. Meski sekarang fungsinya
telah tergantikan oleh trakor modern. Ada juga anjing yang berguna menjaga
sawah. Hewan lainnya yang bermanfaat
yaitu hewan yang bisa di tumpang sari kan. Contohnya ikan. Ikan yang di
manfaatkan yaitu ikan yang bisa hidup di daerah lumpur.
d.
Tanaman liar
Tanaman liar umumnya adalah tanaman
penggangu padi. Kebanyakan tanaman penggangu adalah tanaman yang membutuhkan
banyak air. Contohnya rumput, ilalang, dan lainnya.
Di samping faktor biotik, tentu saja ada faktor
abiotik. Padi tentu saja membutuhkan tanah dan banyak air. Air di alirkan dalam
system irigasi sawah sehingga dapat mengalirinya. Di lingkungan sawah juga
terdapat batu, cahaya, sinar matahari, suhu, ketinggian, dan lainnya. Yang
kesemuanya dibutuhkan dalam ekosistem sawah.
1.2
Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem
Sawah
1.2.1
Faktor Edaphis
Menurut Hanafiah (2005),
tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai
tempat tumbuh berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan
penyuplai kebutuhan air dan udara. Secara kimiawi berfungsi sebagai
gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana
dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan
lain-lain).
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan
untuk bertanam padi disawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun tahun maupun
bergiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan
asalkan air cukup tersedia. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah
sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asaalnya. (Subagyo dkk). Tanah
grumusol banyak digunakan untuk areal pertanaman padi sawah. Tanah grumusol
terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 meter di atas
muka laut dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur
tahunan rata-rata 250 C dengan curah hujan kurang dari 2500 mm dan
pergantian musim hujan dan musim kemarau nyata (Sariasih, 2010).
Tanah dapat dianggap sebagai lapisan tipis alami yang
menutupi permukaan bumi dan menunjang kehidupan. Tanah terbentuk dari batuan
atau bahan induk lainnya melalui proses pelapukan. pelapukan awal dimulai
melalui pelapukan mekanis batuan induk menjadi bahan induk yang dibantu oleh
perubahan suhu dan hujan. Selanjutnya akar tumbuhan yang hidup berkoloni serta
organisme lain seperti cacing tanah, semut dan serangga membantu pemecahan dan
penghancuran bahan yang keras yang menghasilkan bahan yang lebih halus. Pada
kondisi ini hanya sedikit senyawa terlarut dilepaskan, namun beberapa tumbuhan
tertentu dapat hidup di bawah kondisi ini, seperti lumut. Matinya tumbuhan,
organisme lainnya, serta pelapukan bahan induk lebih lanjut menghasilkan humus
dan lapisan tanah dan tumbuhan yang dapat tumbuh lebih banyak lagi. Akar
tumbuhan yang lebih besar dapat menembus batuan dan bahan induk yang lebih
dalam sehingga membantu dalam proses pelapukan mekanisnya (Utomo, 2006).
Tanah sebagai suatu
sistem tiga fase yang mengandung air, udara, bahan-bahan mineral, dan organik
serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan
terhadap permukaan bumi dan kurun waktu, sehingga berperan sebagai tempat
tumbuh bermacam-macam tanaman (Schoeder, 1972 dalam Hakim, 1986).
Tanah yang baik untuk tanaman padi
adalah tanah yang dapat memberikan unsur hara esensial, air dan udara dalam
proporsi yang cocok untuk kondisi pertumbuhan yang optimal (Syarief, 1988).
kondisi tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah: (a) secara alami mempunyai
permeabilitas rendah, (b) mempunyai air tanah yang tinggi atau dengan adanya
lapisan immpermiable di dalam sub soil (Sutidjo, 1986 dalam Syarief, 1988).
Wikipedia (2010) tanah merupakan kumpulan
dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas yang menempati
permukaan daratan . Senada dengan
Schoeder dalam Nurhajati (1990), tanah merupakan system tiga fase yang terdiri
dari air, udara, bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Jenis tanah yang cocok untuk
pertumbuhan padi adalah aluvial, tanah aluvial ini memiliki ketebalan bahan
organik 10 - 50 cm. Tanah aluvial sering di jumpai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi hingga ketinggian mencapai 1000 meter diatas permukaan laut. Ph
untuk pertumbuhan padi pada umumnya berkisar dari 4,5-8,5. Namun pH tanah yang
cocok untuk sawah berteras adalah 5,5.
Angka ini kami dapatkan dari hasil pengamatan
pada ekosistem tersebut, selain itu warna tanahnya itu warna coklat banyak
mengandung bahan-bahan organik. Warna tanah merupakan sebagai petunjuk untuk
beberapa sifat tanah. Misalnya warna gelap memiliki bahan organik yang sangat
tinggi (Wikipedia, 2011).
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu
menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Namun pertumbuhan tanaman juga di
pengaruhi faktor-faktor penunjang kesuburan tanah. Selain harus mengandung zat
organik dan anorganik, air dan udara, yang tidak kalah penting adalah pengolahan
tanah yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Tanah yang gembur akibat
pengolahan memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan udara yang
di butuhkan untuk pertumbuhan tanaman (litbang, 2010).
Tanah
sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau
dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase.
Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang
menerima langsung dari air hujan disebut tadah hujan. Di daerah pasang surut
ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa
lebak disebut sawah lebak (Hardjowigeno dkk, 2010) .
Faktor
edaphis itu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Jenis, struktur dan tekstur tanah
Tanah adalah bagian dari
ekosistem yang menghasilkan input energi dan matrial dari atas yang
berinteraksi dengan pelapukan yang lambat. Hal yang dapat mempengaruhi jenis
tanah antara lain bentuk,ukuran dan jumlah partikel yang terkandung. Beberapa
tipe tanah yang dapat dihuni oleh organisme antara lain latosol, andosol,
podsol, grumusol, regosol, aluvial dan lainya. Sturktur tanah dapat meliputi
beremah, beragregat, tidak beragregat, atau lainnya. Sedangkan untuk tekstur
dapat berupa pasir, pasir berdebu, tanah berdebu, tanah liat dan lainnya. Lima
faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari karakteristik tanah antara lain
iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu.
2. Temperatur dan Keasaman Tanah
Temperatur sangat
berpengaruh terhadap proses penyerapan nutisi atau zat hara yang terkandung
dalam tanah. Semakin tinggi nilai temperatur menunjukkan semakin cepat proses
terjadinya reaksi tersebut, selain itu dapat juga bermanfaat dalam kecepatan
penguraian serasah.
Sifat kimia tanah
meliputi pH tanah dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Mengetahui
besaran nilai pH tanah sangat diperlukan untuk dapat mengetahui kualitas dari
tanah tersebut. Proses penghitungan pH dapat ditentukan dengan pengambilan
sampel yang kemudian sampel yangkemudain akan disuspensi sehingga dapat
diketahui nilai pHnya.
3. Ketebalan Serasah dan Humus
Bentuk susunan vertikal
tanah menunjukkan profil tanah. Dalam bentuk yang ideal, profil tanah terdiri
dari suatu seri lapisan horisontal yang berbeda atau disebut horison.
Permukkaan atas merupakan serasah yang terdiri dari litter (lapisan yang
terdiri dari sisa tanaman dan binatang yang tidak dapat terurai). Lapisan kedua
terdapat lapisan humus yang dihasilkan oleh dekomposisi binatang dan tanaman
yang mati. Kedua lapisan ini terdiri dari bahan organik, dengan
partikel-partikel yang relatif kecil.
Tanah sawah merupakan
tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana
padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari massa pertumbuhan
padi. Selain itu, selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh
akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan khas pada tanah sawah (Musa, dkk,
2006).
Jenis tanah sawah yang sering
diteliti adalah inceptisol. Konsepsi pokok dari inceptisol adalah tanah –
tanah mineral yang sudah mulai menunjukkan perkembangan horizon
pedogenik lain. Tanah Latosol meliputi tanah yang relatif masih muda hingga
tanah yang relatif tua yang dalam taksonomi tanah termasuk inceptisol, ultisol hingga oxisol.
Sebagian besar tanah sawahnya terdapat pada tanah yang relatif muda. Daerah ini
memiliki air yang cukup dengan lereng melandai dan iklim yang cukup basah.
Tanahnya cukup subur sehingga mudah diolah dan permeabilitasnya baik. Pada
tanah ini terbentuk profil tanah sawah tipikal seperti dikemukakan oleh
Koenings dan Tan (1968). Profil tanah sawah tipikal memiliki ciri lapisan olah
berwarna pucat (tereduksi), di bawahnya terdapat lapisan tapak bajak yang
padat, kemudian lapisan Fe (Besi) yang tipis diikuti oleh lapisan Mn (Mangan).
Di bagian bawahnya lagi ditemukan campuran karatan Fe (Besi) dan Mn (Mangan),
sedangkan lapisan tanah terbawah merupakan tanah asli yang tidak terpengaruh
oleh penggenangan pada saat ditanami padi (Hardjowigeno, 2005).
Permasalahan tanah sawah di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua masalah pokok yaitu adanya penyusutan
luasan lahan sawah akibat terjadinya konversi lahan sawah menjadi lahan
nonpertanian, seperti daerah industri, pemukiman, lapangan golf, dan lain
sebagainya terutama terjadi di pulau Jawa dan Bali. Masalah lainnya yang
menjadi kendala adalah adanya pelandaian produktivitas dalam produksi padi
(Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
1.2.2
Faktor Klimatologis
Kalimatologis
adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud
dengan iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah tertentu pada jangka waktu
yang panjang. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu
(thesproduktion Blogsport, 2008).
Klimatologi dibagi menjadi dua yaitu
makro klimatologi dan mikro klimatologi.
Makro klimatologi adalah klimatologi yang mempelajari sifat-sifat atmosfer pada
daerah yang luas. Sedangkan mikro klimatologi adalah klimatologi yang
mempelajari iklim pada daerah yang sempit. Klimatologi sangat penting bagi
ekologi tumbuhan. Dikontraskan dengan meterologi yang mempelajari cuaca jangka
pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi mempelajari frekuensi
di mana sistem cuaca ini terjadi (thesproduction Blogspot, 2008).
Faktor penting
yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim.
Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tekanan uap
air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Pengaruh iklim terhadap
tumbuh-tumbuhan sangat nyata, terlebih lagi iklim mikro di suatu tempat yang
bergantung kepada keadaan topografi dan kondisi atmosfer karena kondisi
atmosfer juga ikut menentukan sifat iklim setempat dan regional. Adanya
perbedaan iklim akan menimbulkan variasi dalam formasi hutan (Arif dalam Irwanto, 2010). Menurut Irmawati (2012) iklim
merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit
dikendalikan. Dalam prakteknya,
iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan
kebutuhan.
Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan
yang berasal dari proses iklim terkait. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer
dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Telah banyak ditemukan korelasi antara
tanaman dan unsur panas atau air. Dengan demikian indeks suhu atau air dipakai
sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim. Klasifikasi iklim berdasarkan
pola tanaman biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan, gurun, padang rumput, dan
tundra (Tjasjono, 1999).
Adapun komponen-komponen klimatologi tersebut adalah sebagai
berikut:
a)
Suhu udara
Suhu
merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk dalam elfis (2010) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap
fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan
tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor
lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan
tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
Menurut Arsyad (1980), secara garis besar semakin jauh dari
khatulistiwa, suhu rata-rata semakin turun. Demikian pula, semakin jauh dari
khatulistiwa, perbedaan lamanya siang dan malam semakin besar. Kedua hal inilah
yang menyebabkan terjadinya musim panas dan musim dingin didaerah-daerah yang
lebih utara daripada garis balik utara dan lebih selatan dari dari pada garis
balik sel. Disamping oleh pergeseran kedudukan matahari iklim-iklim daerah di
bumi juga dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
a.
Penyebaran darat dan laut di permukaan bumi
b.
Perbedaan ketinggian letak dari permukaan laut
c.
Arus angin yang ditimbulkan oleh perbedaan tekanan udara
d.
Arus laut yang ditimbulkan oleh perbedaan musim
Lebih lanjut Tjasjono (1999), menyatakan bahwa suhu udara
berubah-ubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya suhu maksimum terjadi
sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan suhu minimum
terjadi pada jam 06.00 atau sekitar matahari terbit. Suhu udara harian
didefenisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam yang dilakukan tiap
jam. Suhu
bulanan rata-rata adalah jumlah dari suhu harian rata-rata dalam 1 bulan dibagi
dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.
Menurut Arsyad (1980), dibandingkan dengan daerah –daerah
bumi lainnya daerah subtropik, tropik, daerah sedang dan daerah kutub, di
daerah tropik unsur-unsur iklim seperti suhu udara, penyinaran matahari,
kecepatan angin, kelengasan nisbi dan penguapan agak lebih konstan keadaannya.
Tidak terdapat perbedaan yang besar antara angka-angka minimum dan angka-angka
maksimum dari unsur-unsur iklim tersebut. Adapun unsur-unsur iklim tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Suhu udara sangat erat hubungannya dengan ketinggian tempat
dari permukaan laut. Makin tinggi dari permukaan laut, makin rendah suhu.untuk
tiap kenaikan 100 mm,suhu udara turun 0,5 derajat sampai 0,6 derajat.
Bedasarkan zona suhu, mohr membagi daratan indonesia menjadi 4 daerah sebagai berikut:
a. Dataran rendah tropik, 0-1.000 m
dpl, suhu panas 270-250 C
b. Perbukitan, 200 – 1000 m dpl, suhu
hangat, 240-190 C
c. Pegunungan tropik, 1.000 – 1.900 m
dpl, suhu sedang 180-130 C
d.
Pegunungan tiggi tropik, diatas 1.900 m dpl, suhu dingin,
120-00 C.
2)
Sinar matahari menyediakan energi yang diperlukan tumbuhan
untuk proses hidupnya. Banyaknya sinar matahari yang mencapai permukaan bumi
tergantung kepada tipe awan dan lamanya awan itu menghalangi sinar.
3)
Banyaknya air yang menguap dari permukaan tanah dan permukaan
air terbuka dipegaruhi berbagai hal dan kejadian dalam atmosfer. Yang penting
diantaranya ialah intensitas penyinaran matahari, kecepatan angin dan
kelengasan udara.
4)
Jumlah curah hujan merupakan unsur iklim terpenting yang
mempengaruhi pola berusaha tani terutama sistem bercocok tanam.
5)
Pola musim, letak Indonesia di antara benua Asia dan
Australia hal ini memnyebabkan terpengaruhnya iklim oleh angin musim yang
berubah-ubah arahnya, sejalan dengan bergesernya kedudukan matahari diatas
khatulistiwa.
b)
Kelembapan udara
Kelembaban ada
kaitannya dengan laju transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait
dengan laju pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat
dipertahankan maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang
diuapkan. Kondisi ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel
lebih cepat mencapai ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar. (Rozali, 2013)
Kelembapan udara merupakan unsur cuaca yang berkaitan dengan
adanya uap air di atmosfer. Banyak sedikitnya uap air di atmosfer tergantung
pada kemampuan udara atmosfer untuk menampung air sedangkan kapasitas udara
dikontrol oleh suhu waktu. Udara yang panas lebih banyak dapat menampung uap
air daripada udara dingin. Apabila terdapat uap air yang melebihi kapasitas
maka kelebihan uap air tersebut akan mengalami proses kondensasi atau
sublimasi. Kelembapan udara dapat mengontrol suhu udara yang dekat pada
permukaan bumi, hal ini disebabkan sifat uap air yang lebih mampu mengabsorpsi
radiasi panas dibandingkan dengan udara kering (Arsyad, 1980).
Berat sebuah kolom udara per satuan luas diatas sebuah titik
menunjukkan tekanan atmosfer pada titik tersebut. Dipermukaan laut tekanan
atmosfer adalah 101,32 kPa atau 1.013,2 mb. Karena atmosfer mengikuti hukum gas
dan atmosfer bersifat mampat (compressible), maka massa jenis atmosfer paling
besar pada lapisan bawah karena lapisan atmosfer ini tertekan oleh massa
atmosfer diatasnya. Tekanan atmosfer selalu berkurang dengan bertambahnya
ketinggian (Tjasjono, 1999).
c)
Angin
Angin adalah gerakan udara yang sejajar dengan permukaan
bumi, udara bergerak dari daerah bertekanan tiggi ke daerah bertekanan rendah.
Angin diberi nama sesuai dengan dari arah mana angin datang, misalnya angin
yang datang dari arah timurdisebut angin timur, angin laut adalah angin yang
bertiup dari laut kedarat, dan angin lembah adalah angin yang datang dari
lembah menaiki pegunungan (Tjasjono, 1999).
Menurut Arsyad (1980), angin mempunyai arah dan kecepatan
yang ditentukan oleh adanya perbedaan tekanan udara di permukaan bumi. Semakin
besar perbedaan tekanan udara semakin besar pula kecepatan angin. Di alam
kecepatan angin tidaklah sederhana, tetapai banyak mengalami penyimpangan.
Penyimpangan tersebut terjadi karena pengaruh efek rotasi bumi dan gaya
gesekan. Efek rotasi bumi 0% di khatulistiwa, makin keselatan dan utara efek
ini Semakin besar, dan mencapai 100% di kutub. Sebaliknya gaya gesekan sangat
variabel, bergantung pada keadaan permukaan bumi dan letak ketinggian.
Permukaan daerah yang kasar pengaruh topografi, vegetasi gaya gesekannya lebih
besar dibandingkan dengan permukaan air.
Angin secara
tidak langsung mempunyai efek penting pada produksi tanaman. Energi angin
merupakan perantara dalam penyebaran tepung sari pada penyerbukan alamiah,
tetapi angin juda dapat menyebarkan benih rumput liar dan melakukan penyerbukan
silang yang tidak diinginkan. Angin yang terlalu kencang juga akan menggangu
penyerbukan oleh serangga. (Razali,
2013)
Angin merupakan
unsur penting bagi tanaman, karena angin dapat mengatur penguapan atau
temperature, membantu penyerbukan
membawa uap air sehingga udara panas menjadi sejuk, dan membawa gas–gas
yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Hal
tersebut ditinjau dari keuntungannya, tetapi dari segi kerugiannya
adalah tanaman bisa terbakar karena angin, penyerbukan karena angin bijinya
tidak bisa menjadi murni sehingga tanaman perlu diisolasi, dapat
menyebarluaskan gulma, membawa serangga tertentu kemana mana, dan angin yang
kencang dapat merebahkan tanaman. Salah satu jalan untuk mengatasi pengaruh
buruk angin, ialah dengan jalan menanam pohon penahan angin yang dapat menjamin
perlindungan sejauh 15 – 20 kali tinggi pohon perlindung. Misalnya tinggi pohon
10 meter, tanaman sejauh 150 – 200 meter dapat dilindungi sehingga memperlambat
kecepatan angin. Angin dengan kecepatan 4-5 sampai 6-7 m /sec sudah tidak mampu
untuk merobohkan tanaman. Angin mempengaruhi transpirasi dengan bergeraknya uap
air disekitar tanaman, sehingga memberikan kesempatan terjadinya penguapan
lebih lanjut. Situasi ini merupakan tekanan yang kuat bagi keseimbangan air,
meskipun jumlah air dalam tanah cukup banyak. Pertumbuhan vertical akan
terbatas sesuai dengan kemampuan mengisap dan mentransformasikan air ke atas
untuk mengimbangi transpirasi yang cepat, hasilnya mungkin akan membentuk
tanaman yang kerdil.
d)
Embun, kabut, dan perawanan
Embun terjadi akibat dari kondensasi pada permukaan tanah
terutama pada waktu malam hari saat tanah menjadi dingin akibat radiasi yang
hilang. Kadang-kadang angin laut membawa sejumlah uap air pada siang hari
kemudian mengembun pada malam yang dingin. Titik embun ialah suhu saat udara
menjadi jenuh dengan uap air atau suhu udara pada kelembapan nisbi 100%. Makin
rendah kelembapan nisbi, makin rendah titik embun, yaitu terletak di bawah suhu
udara (Tjasjono, 1999).
Selanjutnya Arsyad, 1980 awan adalah kumpulan butir-butir
air, kristal es atau campuran keduanya, yang masih melekat pada inti-inti
kodensasi dan tetap melayang-layang di udara. Pada umumnya awan terbentuk
sebagai hasil pendinginan dari massa udara basah yang sedang bergerak keatas.
Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara tersebut secara
adiabatis atau mengalami percampuran dengan udara dingin yang sedang bergerak
kearah horizontal. Butir-butir debu atau kristal-kristal es yang
melayang-layang di lapisan troposfir dapat berfugsi sebagai inti-inti
kondensasi dan sublimasi yang dapat mempercepat proses pendinginan.
Menurut Tjasjono (1999), kabut dan awan mempunyai kesamaan
yaitu terdiri atas tetes air yang mengapung di udar, tetapi secara fisis
terdapat perbedaan antara kabut dan awan. Kabut terbentuk di dalam udara dekat
permukaan bumi, sedangkan awan terbentuk pada paras yang lebih tinggi. Awan
terbentuk jika udara menjadi dingin secara adibiatik melalui udara yang naik
dan mengembang. Kabut terbentuk melalui pendinginan udara oleh sentuhan dan
percampuran atau melalui penjenuhan udara oleh penambahan kadar air.
1.3 Jaring-jaring Makanan
Ekosistem Sawah
Rantai
makanan adalah perjalanan makan dan dimakan dengan urutan tertentu antar
makhluk hidup. Di lautan, yang menjadi produsen adalah fitoplankton, yaitu
sekumpulan tumbuhan hijau yang sangat kecil ukurannya dan melayang-layang dalam
air. Konsumen I adalah zooplankton
(hewan pemakan fitoplankton), sedangkan konsumen II-nya adalah ikan-ikan kecil,
konsumen III-nya adalah ikan-ikan sedang, konsumen IV-nya adalah ikan-ikan
besar.
Gambar
1. Rantai makanan pada ekosistem
sawah
Urutan peristiwa makan dan dimakan di
atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi
ketimpangan dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat
terus berjalan, maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah
konsumen kesatu, konsumen kesatu lebih banyak daripada konsumen kedua, dan
begitulah seterusnya.
Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai
makanan, yaitu pengurai. Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali
zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati.
Hasil kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh pengurai
adalah bakteri dan jamur.
Ekosistem merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara
makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem dibedakan menjadi dua, yaitu :
ekosistem alam dan ekosistem buatan. Contoh ekosistem alam adalah hutan,
danau, laut, dan padang pasir. Contoh ekosistem buatan
adalah sawah, waduk, kolam, dan akuarium.
Gambar 2. Bagan Jaring-jaring Makanan pada Ekosistem
Sawah
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak komponen.
Komponen-komponen
ekosistem, antara lain, produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
ekosistem, antara lain, produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.
·
Produsen.
Semua tumbuhan hijau adalah produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya. Contoh produsen adalah padi, ubi, sagu, dan tomat.
Semua tumbuhan hijau adalah produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya. Contoh produsen adalah padi, ubi, sagu, dan tomat.
·
Konsumen.
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
1.
Konsumen
Tingkat I. Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh energi
langsung dari produsen.
2.
Konsumen
Tingkat II. Konsumen tingkat II adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan
dari konsumen tingkat I.
3.
Konsumen
Tingkat III. Konsumen tingkat III adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan
dari konsumen tingkat II.
§ Pengurai.
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai membantu proses penyuburan tanah. Misalnya, bakteri dan jamur.
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai membantu proses penyuburan tanah. Misalnya, bakteri dan jamur.
§ Komponen Abiotik. Komponen abiotik adalah tempat tumbuhan
hijau (produsen) tumbuh. Kesuburan lingkungan
abiotik ditentukan oleh kerja pengurai.
BAB
II
EKOSISTEM
SAWAH KONTUR BERTINGKAT KABUPATEN
TANAH DATAR KECAMATAN SUNGAI TARAB
2.1
Gambaran
Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Sungai Tarab merupakan salah
satu nagari yang sekaligus menjadi
nama kecamatan yaitu kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi
Sumatera Barat, Indonesia. Nagari ini
terletak di dekat Batusangkar, ibu kota dari
kabupaten Tanah Datar. Nagari Sungai Tarab memiliki luas wilayah sekitar 12,96
km².
Secara
geografis Nagari Sungai Tarab memiliki batas-batas:
Nagari
Sungai Tarab menghampar landai mengikuti kemiringan Gunung Marapi.
Keadaan seperti ini memberi peluang bagi berkembangnya pertanian. Sumber air
yang berada di pinggang Gunung Merapi dengan mudah mengalir kemana-mana
mengairi sawah penduduk. Sehingga dari dulu sampai sekarang Sungai Tarab
merupakan gudang beras di Kabupaten Tanah Datar. Nagari Sungai Tarab berjarak
sekitar 4 km arah ke Utara Kota Batusangkar.
Kabupaten
Tanah Datar adalah salah satu kabupaten di Propinsi SumateraBarat yang dikenal
sebagai “Luhak Nan Tuo” terletak pada 00°17”s.d. 00°39” LS dan 100°19” s/d
100°51 BT mempunyai luas 1336,00 Km². Wilayah administasi Kabupaten Tanah Datar
terdiri dari 14 Kecamatan dan 75 Nagari (setingkat Kelurahan).
Secara
geografis wilayah Kabupaten Tanah Datar berada di sekitar kaki gunung Merapi,
gunung Singgalang, dan gunung Sago, dan diperkaya pula dengan 25 sungai. Danau
Singkarak yang cukup luas sebagian diantaranya merupakan wilayah Kabupaten
Tanah Datar yakni terletak di Kecamatan Batipuh Selatan dan Rambatan.
Diantara
seluruh kecamatan yang ada, 3 Kecamatan terletak pada ketinggian antara 750
s.d. 1000 meter di atas permukaan laut, yaitu Kecamatan X Koto, Salimpaung, dan
Tanjung Baru. Sementara itu empat Kecamatan lainnya, yaitu Kecamatan Lima Kaum,
Tanjung Emas, Padang Ganting, dan Sungai Tarab terletak pada ketinggian 450
s.d. 550 meter dari permukaan laut. Sedangkan 7 Kecamatan lagi terletak pada
ketinggian yang bervariasi, misalnya Kecamatan Lintau Buo yang terletak pada
ketinggian antara 200 s.d. 750 meter dari permukaan laut.
Ibukota
Kabupaten Tanah Datar berada di Batusangkar, uniknya Kota Batusangkar ini
berada pada tiga (3) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Lima Kaum, Kecamatan
Tanjung Emas, dan Kecamatan Sungai Tarab. Sedangkan pusat pemerintahan berada
di Kecamatan Tanjung Emas atau tepatnya di Nagari Pagaruyung. Kota Batusangkar
ini lebih dikenal sebagai Kota Budaya, karena di Kabupaten Tanah Datar terdapat
banyak peninggalan dan prasasti terutama peninggalan Istana Basa Pagaruyung
yang merupakan pusat Kerajaan Minangkabau.
Potensi Pertanian
Sub sektor
tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu sub sektor unggulan
daerah. Berdasarkan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tanah
Datar Tahun 2010 terlihat bahwa kontribusi subsektor tanaman pangan dan
hortikultura cukup besar, yaitu 37,79%. Jenis komoditi unggulan tanaman pangan
adalah padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, kedele serta kacang
tanah. Sedangkan komoditi hortikultura adalah cabe, bawang daun, tomat, wortel,
terung, bawang merah, kubis, buncis, sawi dan kentang, komoditi hortikultura
lainnya adalah buah-buahan diantaranya adalah sawo, alpokat, durian, rambutan
dan pisang.
2.2
Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Sawah Kontur
Bertingkat
Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
2.2.1 Faktor
Edaphis Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan tanah tempat
kami melakukan obsevasi nilai kesuburan tanah sawah di lokasi kegiatan
kabupaten tanah datar kisaran nilai dan tingkat penilaian analisis agregat
kimia tanah sawah dilokasi kegiatan Kabupaten Tanah Datar, memiliki nilai kalsium (K) pada kedalaman
0-30 cm adalah 0,37-0,42 agregrat kimia tanah tergolong sawah ini peringkat
sedang sedangkan pada kedalaman 30-60 cm adalah 0,37-0,44 agregrat kimia tanah
tergolong sawah ini peringkat sedang.
Kisaran
Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah Sawah
– di Lokasi Kegiatan Kabupaten Tanah
Datar
Tabel 1. Sifat Kimia Tanah (cm)
Sifat
Kimia Tanah
|
Kedalaman
Lapisan Contoh (cm)
|
|||
0
– 30
|
30
– 60
|
|||
Nilai
|
Peringkat
|
Nilai
|
Peringkat
|
|
pH (H2O)
|
6,2
– 6,6
|
S
|
6,3
– 6,7
|
S
|
C-organik (%)
|
6,62–6,77
|
S
|
6,67
–6,77
|
S
|
N-total (%)
|
12,77
– 13,66
|
S
|
12,67
– 13,76
|
S
|
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
27,2
– 20,7
|
S
|
20,0
– 22,7
|
S
|
Ca (me/100 g)
|
6,02
– 6,42
|
S
|
6,37
– 6,67
|
S
|
Mg (me/100 g)
|
2,22
– 2,24
|
S
|
2,32
– 2,42
|
S
|
K (me/100 g)
|
0,37–
0,42
|
S
|
0,37
– 0,44
|
S
|
Na (me/100 g)
|
0,48
– 0,66
|
S
|
0,47
– 0,66
|
S
|
Total Basa (me/100g)
|
8,12
– 8,18
|
S
|
7,04
–7,26
|
S
|
KTK (me/100 g)
|
21,6
– 22,6
|
S
|
24,6
– 26,7
|
S
|
Kejenuhan Basa (%)
|
47,8
– 41,8
|
S
|
44,7
– 47,7
|
S
|
Kadar Abu (%)
|
10,06
– 10,11
|
S
|
10,66
– 10,77
|
S
|
Kadar Air Lapang (%)
|
170,6-210,6
|
S
|
177,6
–227,7
|
S
|
Kadar Air Tanah (%)
|
170,6-201,1
|
S
|
175,7
– 187,7
|
S
|
Keterangan :
SM = Sangat masam T = Tinggi R = Rendah
ST
= Sangat tinggi S = Sedang SR = Sangat
rendah
|
Catatan : Diolah dari
data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Riau
2.2.2 Faktor
Klimatologis Ekosistem
Sawah Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
2.2.2.1
Suhu Udara Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013
Januari –Maret 2014, rekapitulasi
data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk suhu udara seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:
Tabel 2. Rata rata suhu udara (0C)
No
|
Bulan
|
Suhu udara
harian (oC)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
21,1
|
21,0
|
21,0
|
21,5
|
21,3
|
21,1
|
21,1
|
2.
|
Mei
|
20,2
|
21,1
|
21,5
|
23,1
|
23,1
|
21,3
|
21,3
|
3.
|
Juni
|
21,2
|
21,4
|
23,0
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
4.
|
Juli
|
21,4
|
21,3
|
23,3
|
20,5
|
20,4
|
20,1
|
23,1
|
5.
|
Agustus
|
21,5
|
23,1
|
21,3
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
21,1
|
6.
|
September
|
20,1
|
21,1
|
21,1
|
20,4
|
23,3
|
23,2
|
21,0
|
7.
|
Oktober
|
20,4
|
21,2
|
21,1
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
21,2
|
8.
|
November
|
20,1
|
21,2
|
21,4
|
23,0
|
23,1
|
21,5
|
21,3
|
9.
|
Desember
|
21,5
|
23,1
|
21,3
|
20,0
|
20,2
|
23,1
|
21,1
|
10.
|
Januari
|
20,1
|
21,1
|
21,1
|
20,4
|
23,3
|
23,2
|
21,0
|
11.
|
Februari
|
20,4
|
21,2
|
21,1
|
20,2
|
23,1
|
23,2
|
21,2
|
12.
|
Maret
|
20,1
|
21,2
|
21,4
|
23,0
|
23,1
|
21,5
|
21,3
|
Catatan:
Berdasarkan rekapitulasi
data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura
Sumatera Barat untuk suhu udara seputaran Kabupaten Tanah Datar
2.2.2.2
Intensitas Radiasi Matahari Ekosistem Sawah Kontur
Bertingkat
Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013
Januari –Maret 2014, rekapitulasi
data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk intensitas radiasi matahari seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:
Tabel 3. Rata Rata Intensitas Radiasi Matahari (Watt/m2/menit)
No
|
Bulan
|
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
31,9522
|
51,3915
|
59,3522
|
66,0316
|
92,6935
|
62.0290
|
62.0290
|
2.
|
Mei
|
200,0522
|
122,6222
|
122,2296
|
105,2292
|
122,2322
|
122,0220
|
122,0220
|
3.
|
Juni
|
166,0326
|
163,0222
|
192,1221
|
103,2251
|
106,9223
|
105,9321
|
105,9321
|
4.
|
Juli
|
96,9621
|
102,6621
|
103,5321
|
132,2226
|
105,2225
|
102,2223
|
102,2223
|
5.
|
Agustus
|
61,9660
|
69,9922
|
103,0150
|
105,1052
|
106,3105
|
101,0222
|
101,0222
|
6.
|
September
|
22,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
106,2222
|
105,6622
|
105,6622
|
7.
|
Oktober
|
22,2662
|
22,9921
|
69,0222
|
105,6225
|
105,9920
|
102,6692
|
102,6692
|
8.
|
November
|
22,6666
|
22,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
101,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
9.
|
Desember
|
61,9660
|
69,9922
|
103,0150
|
105,1052
|
106,3105
|
101,0222
|
101,0222
|
10.
|
Januari
|
22,2252
|
66,2322
|
96,6623
|
100,5391
|
106,2222
|
105,6622
|
105,6622
|
11.
|
Februari
|
22,2662
|
22,9921
|
69,0222
|
105,6225
|
105,9920
|
102,6692
|
102,6692
|
12.
|
Maret
|
22,6666
|
22,2251
|
62,6692
|
92,9210
|
101,6623
|
96,9635
|
96,9635
|
Catatan: Berdasarkan rekapitulasi data sekunder dari Balai Tanaman Pangan
dan Hortikultura Sumatera Barat untuk
intensitas cahaya matahari
seputaran Kabupaten Tanah Datar
2.2.2.3
Kelembaban Udara Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab
Berdasarkan Pengukuran Iklim Periode April-Desember 2013
Januari –Maret 2014, rekapitulasi
data sekunder dari Balai Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat untuk kelembaban dara seputaran Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:
Tabel 4. Rata Rata Kelenbaban
udara(%)
No.
|
Bulan
|
Kelembaban udara harian (%)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
86
|
84
|
81
|
84
|
86
|
85
|
85
|
2.
|
Mei
|
75
|
71
|
74
|
73
|
74
|
74
|
74
|
3.
|
Juni
|
79
|
78
|
75
|
74
|
74
|
75
|
81
|
4.
|
Juli
|
82
|
81
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
5.
|
Agustus
|
87
|
81
|
83
|
75
|
76
|
81
|
75
|
6.
|
September
|
83
|
82
|
75
|
75
|
75
|
76
|
81
|
7.
|
Oktober
|
84
|
82
|
75
|
81
|
81
|
78
|
79
|
8.
|
November
|
85
|
81
|
82
|
79
|
78
|
78
|
79
|
9.
|
Desember
|
82
|
81
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
10.
|
Januari
|
87
|
81
|
83
|
75
|
76
|
81
|
75
|
11.
|
Februari
|
83
|
82
|
75
|
75
|
75
|
76
|
81
|
12.
|
Maret
|
84
|
82
|
75
|
81
|
81
|
78
|
79
|
Catatan: Berdasarkan rekapitulasi data sekunder dari Balai
Tanaman Pangan dan Hortikultura
Sumatera Barat untuk intensitas cahaya matahari seputaran
Kabupaten Tanah Datar
2.3 Fase Dan Tahap-Tahap
Pertumbuhan Padi (Oryza sativa)
2.3.1
Fase pertumbuhan padi
Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu petani tanggal 27 april 2013, pada ekosistem
sawah Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab beberapa varietas tanaman
padi antara lain: A1, SPR, dan Tapak
Daro.
Pada dasarnya tanaman padi terdiri dari dua bagian utama,
yaitu bagian vegetatif (akar, batang,
dan daun) dan bagian generatif berupa malai dan bunga (Suparyono dan Setyono,
1993 dalam Afrizal, 2009). Bagian
vegetatif merupakan organ-organ tanaman yang berfungsi mendukung dan
menyelenggarakan proses pertumbuhan, termasuk ke dalam bagian ini adalah akar,
batang, dan daun. Sedangkan organ generatif berfungsi sebagai alat reproduksi
bagi padi sehingga menghasilkan bulir padi yang berisi beras. Baik itu bagian
vegetatif maupun generatif dalam
pertumbuhannya membutuhkan unsur hara yang cukup (Afrizal, 2009).
Pada umumnya siklus hidup tanaman padi berbeda-beda menurut
varietas dan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Di Indonesia, umur tanaman
padi berkisar antara 120-210 hari, dengan melalui dua fase pertumbuhan yaitu:
pertumbuhan vegetatif dan perumbuhan generatif. Pertumbuhan vegetatif dimulai
dari perkecambahan benih sampai keluar primordia yang terdiri dari stadia
perakaran, stadia anakn produktif, dan stadia anakan non produktif (Darwin dalam Syarief, 1988)
Selanjutnya Sumartono, 1984 dalam Syarief (1988), menjelaskan bahwa fase-fase pertumbuhan padi
pada periode vegetatif berakhir sampai umur tanaman 60-70 hari sejak penaburan
benih. Periode reproduktif biasanya berlangsung selama 30 hari setelah periode
vegetatif. Selama periode reproduktif ini berlangsung pula fase primordia,
perpanjangan ruas, keluarnya malai dari pelepah daun, berbunga dan terjadinya
persarian. Kemudian tiba pula saatnya periode pemasakan buah (bulir) yang
lamanya berkisar antara 25 – 30 hari. Pada periode ini terjadi fase masak susu,
masak tepung, dan masak gabah.


Gambar 4. Periode/fase pertumbuhan ( Scribd, 2010)
2.3.2
Tahap-tahap penanaman padi
2.3.2.1 Pembibitan
Sebelum ditanam, tanaman
padi harus disemaikan terlebih dahulu. Persemaian itu harus disiapkan dan
dikerjakan dengan baik, maksudnya agar diperoleh bibit yang baik, sehingga
pertumbuhannya akan baik pula.


Gambar 5. Persemaian basah (Arsip 6C, 2014)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan persemaian
sebagai berikut :
1. Memilih
tempat pesemaian
Tempat untuk membuat
persemaian merupakan syarat yang harus diperhatikan agar diperoleh bibit yang
baik.
1)
Tanahnya
harus yang subur, banyak mengandung humus, dan gembur.
2)
Tanah itu
harus tanah yang terbuka, tidak terlindung oleh pepohonan, sehingga sinar
matahari dapat diterima dan dipergunakan sepenuhnya.
3)
Dekat
dengan sumber air terutama untuk persemaian basah, sebab pesemaian banyak membutuhkan air. Sedanggkan pesemaian
kering dimaksudkan mudah mendapatkan air untuk menyirami apabila persemaian itu
mengalami kekeringan.
4)
Apabila areal yang akan ditanami cukup luas sebaiknya tempat
pembuatan pesemaian tidak berkumpul menjadi satu tempat tetapi dibuat memencar.
Hal itu untuk menghemat biaya atau tenaga pengangkutannya.
2. Mengerjakan
tanah untuk pesemaian
1) Pesemaian Kering
Prinsip
pembuatan pesemaian kering sama dengan pesemaian basah. Rumput-rumput dan
sisa-sisa jerami yang ada harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah
dibolak-balik dengan bajak dan digaru, atau bisa dan halus. juga memakai
cangkul yang terpenting tanah menjadi gembur.
2) Pesemaian Basah
Dalam
membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur.
Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibeersihkan lebih dulu.
Kemudian sawah digenangi air, maksud digenagi air ini agar tanag menjadi
klunak, rumpput-rumputan yang akan tumbuh menjadi mati, dan
bermacam-macam serngga yang dapat merusak bibit mati pula.
3. Penaburan
biji
Untuk memilih biji-biji yang bernas dan tidak, biji harus
direndam dalam air. Biji-biji yang bernas akan tenggelam sedangkan yang
biji-biji yang hampa akan terapung. Dan biji-biji yang terapaung bisa dibuang.
Maksud perendaman selain memilih biji yang bernas, biji juga agar cepat
berkecambah. Lama perendaman cukup 24 jam, kemudian bijhi diambil dari rendaman
lalu di peram dibungkus memakai daun pisang dan karung. Pemeraman dibiarkan
selama 8 jam.
Apabila biji sudah berkecambah dengan panjang 1 mm, maka
biji disebar ditempat pesemaian. Diusahakan agar penyebaran biji merata, tidak
terlalu rapat dan tidak terlalu jarang. Apabila penyebarannya terlalu rapat
akan mengakibatkan benih yang tumbuh kecil-kecil dan lemah, tetapi penyebaran
yang terlalu jarang biasanya menyebabkan tumbuh benih tidak merata.
4. Pemeliharaan pesemaian
1) Pengairan
Pada
pesemaian basah, begitu biji ditaburkan terus digenangi air selama 24 jam, baru
dikeringkan. Genangan air dimaksudkan agar biji yang disebar tidak
berkelompok-kelompok sehingga dapat merata. Adapun Pengeringan setelah
penggenangan selama 24 jam itu dimaksudkan agar biji tidak membusuk dan
mempercepat pertumbuhaan.
Pada
pesemaian kering, pengairan dilakukan dengan air rembesan. Air dimasukan dalam
selokan antara bedengan-bedengan, sehingga bedengan akan terus-menerus
mendapatkan air dan benih akan tumbuh tanpa mengalami kekeringan. Apabila benih
sudah cukup besar, penggenangan dilakukan dengan melihat keadaan. Pada bedengan
pesemaian bila banyak ditumbuhi rumput, perlu digenagi aiar. Apabila pada
pesemaian tidak ditumbuhi rumput, maka penggenangan air hanya kalau memerlukan
saja.
2) Pengobatan
Untuk
menjaga kemungkinan serangan penyakit, pesemaian perlu disemprot dengan
Insektisida 2 kali, yaitu 10 hari setelah penaburan dan sesudah pesemaian
berumur 17 hari.
2.3.2.2 Pengolahan
Tanah
Cara Mengolah Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman
padi harus sudah disiapkan sejak dua bulan penanaman. Pelaksanaanya dapat
dilakukan dengan dua macam cara yaitu dengan cara tradisional dan cara modern.
·
Pengolahan tanah sawah dengan cara tradisional, yaitu
pengolahan tanah sawa dengan alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak
dan garu yang semuaya dilakukan oleh nusia atau dibantu ooleh binatang
misalnya, kerbau dan sapi.
·
Pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahaan
tanah sawa yang dilaukan dengan mesin. Dengan traktor dan alat-alat pengolahan
tanah yang serba dapat kerja sendiri.
1) Pembersihan
Sebelum tanah sawa dicangkul harus
dibersihkan lebih dahulu dari jerami-jerami atau rumput-rumput yang ada.
Dikumpulkan di satu tempat atau dijadikan kompos. Sebaiknya jangan dibakar,
sebab pembakaran jerami itu akan menghilangkan zat nitrogen yang sangat penting
bagi pertumbuhan tanaman.
2) Pencangkulan
Sawah yang akan dicangkul harus
digenangi air terlebih dahulu agar tanah menjadi lunak dan rumput-rumputnya
cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan ini dilanjutkan pula dengan perbaikan
pematang-pematang yang bocor.
3) Pembajakan
Sebelum pembajakan, sawah harus
digenangi air lebih dahulu. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah
petakan sawah yang dalamnya antara 12-20 cm. tujuan pembajakan adalah mematikan
dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis seperti : pupuk
hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai
pembajakan sawah digenangi air lagi selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan
sisa-sisa tanaman dan melunakan bongkahan-bongkahan tanah.
4) Penggaruan
Pada waktu sawah akan digaru
genangan air dikurangi. Sehingga cukup hanya untuk membasahi
bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan dilakukan berulang-ulang sehingga
sisa-sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.
Setelah penggaruan pertama selesai,
sawah digenagi air lagi selama 7-10 hari, selang beberapa hari diadakan
pembajakan yang kedua.
Tujunnya yaitu: meratakan tanah,
meratakan pupuk dasar yang dibenamkan, dan pelumpuran agar menjadi lebih
sempurna.
2.3.2.3 Penanaman
1. Pemilihan bibit
Pekerjaan penanaman didahului dengan pekerjaan pencabutan
bibit di pesemaian. Bibit yang akan dicabut adalah bibit yang sudah berumur
25-40 hari (tergantung jenisnya), berdaun 5-7 helai. Sebelum pesemaian 2 atau 3
hari tanah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan memudahkan pencabutan.
Gambar 6. Penanaman (Arsip 6C, 2014)
Caranya, 5 sampai 10 batang bibit kita pegang menjadi satu
kemudian ditarik ke arah badan kita, usahakan batangnya jangan sampai putus.
Ciri-ciri bibit yang baik antara lain:
· Umurnya tidak lebih dari 40 hari
· Tingginya kurang lebih dari 40 hari
· Tingginya kurang lebih 25 cm
· Berdaun 5-7 helai
· Batangnya besar dan kuat
· Bebas dari hama dan penyakit
Bibit
yang telah dicabut lalu diikat dalam satu ikatan besar untuk memudahkan
pengangkutan. Bibit yang sudah dicabut harus segera ditanam, jangan sampai
bermalam. Penanaman padi yang baik harus menggunakan larikan ke kanan dank e
kiri dengan jjarak 20 x 20 cm, hal ini untuk memudahkan pemeliharaan, baik
penyiangan atau pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman memperoleh sinar
matahari yang cukup dan zat-zat makanan secara merata.
Dengan
berjalan mundur tangan kiri memegang bibit, tangan kanan menanam, tiap lubang 2
atau 3 batang bibit, dalamnya kira-kira3 atau 4 cm. usahakan penanaman tegak
lurus jangan sampai miring.
Usahakan penanaman bibit tidak terlalu dalam ataupun terlalu dangkal.
Usahakan penanaman bibit tidak terlalu dalam ataupun terlalu dangkal.
Bibit yang ditanam terlalu dalam akan
menghambat pertumbuhan akar dan anakannya sedikit.
Bibit
yang ditanam terlalu dangkal akan menyebabkan mudah reba atau hanyut oleh
aliran air. Dengan demiikian jelas bahwa penanaman bibit yang terlalu dalam
maupun terlalu dangkal akan berpengaruh pada hasil produksi.
2.3.2.4 Pemeliharaan
1. Pengairan
Air
merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman padi sawah. Masalah pengairan
bagi tanaman padi sawah merupakan salah satu faktor penting yang harus mendapat
perhatian penuh demi mendapat hasil panen yang akan datang.
Air
yang dipergunakan untuk pengairan padi di sawah adalah air yang berasal dari
sungai, sebab air sungai banyak mengandung lumpur dan kotoran-kotoran yang
sangat berguna untuk menambah kesuburan tanah dan tanaman. Air yang berasal
dari mata air kurang baik untuk pengairan sawah, sebab air itu jernih, tidak
mengandung lumpur dan kotoran.
Memasukan
air kedalam sawah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Air
yang dimasukan ke petakan-petakan sawah adalah air yang berasal dari saluran
sekunder. Air dimasukan ke petakan sawah melalui saluran pemasukan, dengan
menghentikan lebih dahulu air pada saluran sekunder. Untuk
menjaga agar genangan air didalam petakan sawah itu tetap, jangan lupa dibuat
pula lubang pembuangan. Lubang pemasukan dan lubang pembuangan tidak boleh
dibuat lurus. Hal ini dimaksudkan agar ada pengendapan lumpur dan
kotoran-kotoran yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Apabila lubang
pemasukan dan Lubang pembuangan itu dibuat luru, maka air akan terus mengalir
tanpa adanya pengendapan.
Pada
waktu mengairi tanaman padi di sawah, dalamnya air harus diperhatikan dan
disesuaikan dengan umur tanaman tersebut. Kedalaman air hendaknya diatur dengan
cara sebagai berikut:
·
Tanaman yang berumur 0-8 hari dalamnya air cukup 5 cm.
·
Tanaman yang berumur 8-45 hari dalamnya air dapat ditambah
hingga 10-20 cm.
·
Tanaman padi yang sudah membentuk bulir dan mulai menguning
dalamnya air dapat ditambah hingga 25 cm. setelah itu dikurangi sedikit demi
sedikit.
·
Sepuluh hari sebelum panen sawah dikeringkan sama sekali.
Agar padi dapat masak bersama-sama.
2. Penyiangan dan Penyulaman
Setelah penanaman, apabila tanaman padi ada yang mati harus
segera diganti (disulam). Tanaman sulam itu dapat menyamai yang lain, apabila
penggantian bibit baru jangan sampai lewat 10 hari sesudah tanam. Selain
penyulaman yang perlu dilakukan adalah penyiangan agar rumput-rumput liar yang
tumbuh di sekitar tanaman padi tidak bertumbuh banyak dan mengambil zat-zat
makanan yang dibutuhkan tanaman padi. Penyiangan dilakukan dua kali yang
pertama setelah padi berumur 3 minggu dan yang kedua setelah padi berumur 6
minggu.
3. Pemupukan
Pemupukan
bertujuan untuk menambah zat-zat dan unsur-unsur makanan yang dibutuhkan oleh
tanaman di dalam tanah. Untuk tanaman padi, pupuk yang digunakan antara lain:
a. Pupuk alam, sebagai pupuk dasar yang
diberikan 7-10 hari sebelum tanaman dapat digunakan pupuk-pupuk alam, misalnya:
pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos. Banyaknya kira-kira 10 ton / ha.Pupuk
buatan diberikan sesudah tanam, misalnya: ZA/Urea :
·
ZA/Urea : menyuburkan tanah, mempercepat tumbuhnya anakan,
mempercepat tumbuhnya tanaman, dan menambah besarnya gabah.
·
DS/TS : mempercepat tumbuhnya tanaman, merangsang pembungaan
dan pembentukan buah, mempercepat panen.
·
ZK : memberikan ketahanan tanaman terhadap hama / penyakit,
dan mempercepat pembuatan zat pati.
2.3.2.5 Saat
Panen
Panen merupakan saat yang
ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses
produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan
penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga
dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang
hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak
kepada pemasaran.
Sekitar sepuluh hari sebelum panen,
sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu,
keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan
pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir
gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal
ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat
digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena
banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Secara umum padi dikatakan sudah siap
panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan
tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir
gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara
menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling
tepat untuk dipanen.
1.
Cara Panen
Secara tradisional padi dipanen dengan
ketam. Hanya saja panen dengan alat ketam tersebut agak lambat dan perlu banyak
tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat
yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga
kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk
waktu setengah hari. Sementara panen dengan ketam memerlukan sepuluh tenaga
kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini
hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.


Gambar 7. Pemanenan (Arsip 6C, 2014)
2. Perontokan
Setelah dipanen,
gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung
dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan
ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia.
Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke
gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan
dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak
agar gabah rontok.
Untuk
mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan
harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal).
Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
2.4
Keanekaragaman Hayati Ekosistem Sawah Kontur
Bertingkat
Berdasarkan pada hasil pengamatan yang
dilakukan pada tanggal 20 April 2014 di Kecamatan Sungai Tarap, Kabupaten Tanah
Datar, Desa Batusangkar terdapat berbagai jenis tanaman yang ada pada ekosistem sawah.
Gambar 8. Tanaman
padi Oryza
sativa (Arsip 6C,
2014)
Padi Adalah tanaman
yang paling penting di negeri kita Indonesia ini.
Menurut Admin (2011), tanaman padi dapat hidup baik
didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang
baik rata – rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan,
curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 – 2000 mm. Suhu yang baik
untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman
padi berkisar antara 0 – 1500 m dpl.
Disamping itu juga berdasarkan hasil
pengamatan terdapat beberapa hama yang sering menyerang tanaman padi,
diantaranya:
1) Wereng
daun padi
Jenis
wereng yang menyerang daun padi diantaranya : Nephotettix inpicticeps, Nephotettix
apicalis, Thaia Sp, dan Inazuma dorsalis. Hama wereng ini
merupakan hama penyakit yang disebabkan oleh virus, misalnya penyakit yellow dwarf dan orange leaf.
Tanaman
padi yang terserang mempunyai ciri-ciri :
(1) Terdapat bercak-bercak coklat pada daun
(2) Paunnya menguning
(3)
Pada serangan berat tanaman hama padi
2) Burung
Burung
yang sering menyerang tanaman padi (pada fase masak susu) di antaranya jenis
burung pipit, burung gelatik dan burung tempua/manyar. Untuk menanggulangi
adanya serangan berbagai macam burung tersebut dapat dilakukan cara :
(1)
membuat orang-orangan sawah agar burung itu takut
(2)
memasang perangkap burung/ menjaring
4)
Tikus
Tikus
sawah merupakan hama utama penyebab kerusakan padi di Indonesia. Penyerangannya
di lakukan sejak padi di persemaian sampai panen, bahkan tikus sawah pun
menjadi hama di gudang penyimpanan padi. Rata-rata kerusakan pada tanaman padi
yang di akibatkan serangan hama tikus sawah mencapai 17% per tahun.
Permasalahan ini antara laindisebabkan pengendalian tikus di tingkat petani dilakukan
setelah terjadi serangan (karena lemahnya monitoring), sehingga penanganan hama
tikus menjadi terlambat.
Disamping
itu, pemahaman petani mengenai informasi aspek dinamika populasi tikus, yang
menjadi dasar dalam pengendalian juga masih kurang. Kecenderungan petani masih
kurang peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi
pengendalian yang masih lemah, dan pelaksanaan pengendalian yang tidak
berkelanjutan dapat mengakibatkan meningkatnya hama tikus sawah.
Gambar 9. Tikus di sawah (6C, 2014)
Menurut
Kusnaedi (1999) dalam http://blogs.unpad.ac.id/
pasirbiru /2010/07/26/pemberantasan-hama-tikus/, upaya pengendalian hama tikus
yang umum dilakukan adalah:
a) Pengemposan; pengemposan
dilakukan dengan cara memberikan asap belerang pada lubang-lubang tikus dengan
tujuan agar tikus yang berada dalam lubang tersebut keracunan yang pada
akhirnya akan mati. Cara ini cukup efektif dalam mengendalikan hama tikus
secara langsung. Namun bila lokasi tikus berada jauh di dalam sedangkan gas
belerang yang dimasukkan tidak mencapainya, cara ini tidak akan berhasil.
Selain itu cara pengemposan ini cukup mahal.
b) Pemberian racun; penggunaan
racun adalah cara yang paling banyak digunakan petani dalam mengendalikan
tikus. Saat ini telah banyak dijual berbagai jenis racun tikus dengan
keunggulan masing-masing. Penggunaan racun ini dilakukan dengan memberikan
rodentisida pada makanan tikus sebagai umpan. Hanya saja, penggunaan racun ini
selain kurang efektif tetapi juga akan membunuh musuh alami yang memakan tikus
ini.
c) Perangkap; banyak
alat-alat yang dapat dirancang untuk menangkap tikus. Dengan menggunakan
perangkap ini selain murah, juga aman bagi manusia maupun bagi musuh
alaminya.Namun demikian, pemakaian alat perangkap ini harus memperhatikan jenis
umpan yang digunakan.Terkadang tikus jeli terhadap suatu umpan atau hapal pada
suatu jebakan.Oleh kerana itu diperlukan adanya variasi umpan dan jebakan yang
tidak mudah dihapal tikus. Penggunaan umpan yang mencolok seperti ubi-ubian
yang dipasang pada tanaman palawija yang belum menghasilkan umbi akan menarik
perhatian tikus. Beberapa perangkap tikus yang sering digunakan antara lain :
perangkap kawat, perangkap jepit, jala kremat, lubang bambu, dan lain-lain.
d) Gropyokan adalah
gerakan pembasmian hama yang dilakukan secara massal dengan cara pemburuan
bersama-sama. Pengendalian gropyokan melibatkan seluruh masyarakat. Sistem
gropyokan ini akan lebih efektif bila hasil tangkapannya dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain atau ada upah bagi yang menangkap hama. Pemanfaatan hasil
tangkapan merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi semaraknya sistem
gropyokan.Hama tikus yang berhasil ditangkap dapat dimanfaatkan kulitnya untuk
menjadi bahan kulit.Sayangnya di Indonesia sistem gropyokan hanya dilakukan
pada awal-awal tanam atau saat tertentu saja.
e) Penggunaan musuh alami; dalam
jaring-jaring makanan, tikus merupakan pemakan omnivora yang juga bisa dimakan
oleh musuh alaminya. Musuh alami (predator) pada prinsipnya hewan lain yang
memangsa organisme lain untuk mempertahankan hidupnya dan dilakukan secara
berulang-ulang. Sampai saat ini penggunaan predator tikus masih belum umum
dilakukan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani sendiri terhadap
hama tikus. Penanggulangan tikus dengan melepas dan menjaga kelangsungan hidup
musuh alaminya akan membantu mengurangi populasi tikus yang ada. Adapun
predator yang paling ditakuti tikus antara lain: kucing, anjing terlatih ,
burung hantu, ular sawah, dan burung elang.
5) Keong
Keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) atau
dikenal GAS (golden apple snail) sering dianggap biang kegagalan panen padi.
Keong mas merupakan salah satu jenis
mollusca. Selain menjadi hama padi, keong mas sebenarnya juga memiliki potensi ekonomi
cukup tinggi kalau bisa memanfaatkannya.
Keong ini
termasuk hewan berjenis kelamin tunggal. Perkawinan keong mas dapat dilakukan
sepanjang musim. Seekor keong mas mampu memproduksi sekitar 1.000-1.200 butir
telur setiap bualn atau 200-300 butir tiap minggu. Stadium paling merusak
ketika keong mas berukuran 10 mm (kira-kira sebesar biji jagung) sampai 40 mm
(kira-kira sebesar bola pimpong). Hewan ini dapat hidup pada air yang memiliki
pH 5-8, serta toleransi suhu antara 18-28 derajat celcius. Pada suhu lebih
tinggi, keong mas makan lebih cepat, bergerak lebih cepat, dan tumbuh lebih
cepat. Pada suhu yang lebih rendah, keong mas masuk ke dalam lumpur dan menjadi
tidak aktif. Pada suhu di atas 32 derajat celcius, hewan ini memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi.
Gambar 10. Keong di sawah (Arsip 6C,
2014)
Hewan ini dapat
menyerang tanaman padi muda, baik di persemaian maupun bibit yang baru di
pindahkan ke sawah. Dengan kepadatan populasi sekitar 10-15 ekor per meter
persegi, keong mas mampu menghabiskan padi muda dalam waktu 3 hari jika air
sawah dalam keadaan tergenang dan menimbulkan kerusakan yang cukup berat bagi
daerah persawahan. Para petani juga kehilangan bibit yang ditanam dan harus
menyulamnya kembali. Keong mas sangat mengganggu lahan pertanian sehingga
disebut hama unggul, karena memakan segala tanaman terutama tanaman padi muda
dan bibit.
Menurut Fryer dalam Tegar (2013), terdapat beberapa
tindakan yang dapat dilakukan dalam pemberantasan gulma padi diantaranya:
a) Tindakan
pencegahan
Ini melibatkan
usaha dan perlakuan untuk mencegah gulma berbuah atau bercokol dalam tanaman
atau antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya. Dalam kasus tanaman
padi, pemakaian biji tanaman yang bersi, penyusunan pupuk yang tepat,
kebersihan peralatan dan pencegahan air mengalir dan tanah larut, dapat merintangi
penyebaran benih gulma yang terlibat.
b) Penyiapan
tanah untuk pemberantasan gulma.
Ini
termasuk: meratakan, membajak, menggaru, mengikat, penghalusan tanah dan
mengkombinasikannya.Pada tanaman padi, pemerataan tanah dan menggenangnya
(dengan air) istimewa pentingnya, member keseragaman dalam aspek-aspek ekologis
pada kelompok gulma dan menunjang kepada pencegahan perkecambahan biji-biji
tanaman dan kepada peningkatan keefektifan cara-cara pemberantasan yang lain.
Gambar 11. Gulma Padi (Arsip 6C,
2014)
Selanjutnya,
yang belakangan memberikankeampuhan yang lebih tinggipada herbisida di
sawah-sawah jika dikombinasikan dengan manajemen air. Karena itu penggenangan
air telah dilakukan sebelum penanaman padi, sebagai tindakan yang perlu untuk
pemeliharaan pupuk dalam tanah dan membantu manajemen air dalam penanaman padi.
Hal ini harus diakui sebagai bantuan terhadap pemberantasan gulma.
c) Penyiangan
primitif dengan tangan (manual)
Ini
dapat meliputi beberapa macam cara-cara pemberantasan, yang hampir semuanya
memerlukan jumlah buruh yang luar biasa. Memotong gulma dengan alat yang
sederhana yang disebut ‘tajak’ atau machete atau sejenis pisaulainnya, sebelum
penanaman, telah sering dilakukan kawasan-kawasan tropik berkembang. Membasmi
gulma dengan tangan terhadap tanaman yang berasal dari biji, segera setelah
penanaman padi, telah dilakukan di seluruh jepang sejak 30 tahun yang lalu.
d) Penyiangan
mekanis
Ini
melibatkan pembuangan dari dalam tanah atau pembunuhan kecambah gulma dan
tanaman gulma yang lanjut usia dengan alat rotari (tajak berputar) yang
didorong dengan tangan dan alat-alat penyiang yang berbentuk keranjang yang
beroperasi antar barisan (tanaman).
e) Pengolaan
air
Ini merupakan
cara yang sangat penting untuk memberantas atau menebas gulma rumput pada padi
yang direndam air, dan kombinasi pengolaan air dengan cara-cara lain seperti
aplikasi zat kimia dan persiapan tanah memberi hasil yang lebih tinggi. Pada
umumnya, perendaman yang dalam tanpa menekan pertumbuhan tanaman padi, efektif
untuk memberantas kedua-duanya, di sawah, yaitu gulma kering dan basah.
Menurut Smith
dan Shaw (1996) dalam Fryer 1977,
kedalaman dan pada saat perendaman padi sangat mengatur tingkat serangan
rumput, sebangsa jewawut Echinochloa (barnyardgrass)
dan sprangletop, khusus dalam asosiasi dengan suhu air. Selanjutnya drainase
pengeringan air sawah yang tuntas dan tepat waktunya, dapat menolong dalam
pemberantasan gulma air yang banyak, termasuk ganggang dan dueksalad.
f) Rotasi
tanaman
Hal ini dipakai
secara luas, bukan saja untuk memajukan dan mempertahankan produksi padi dengan
jalan meringankan kekurangan-kekurangan tanah, tetapi juga untuk memberantasan
gulma-gulma padi.
Gambar
12 : Gulma pada sawah (Arsip 6C, 2014)
2.5
Interaksi Antara Tumbuhan Pada Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat
Pada ekosistem sawah terdapat
komponen biotik dan abiotik sebagai penyusun kehidupan dalam ekosistem
tersebut. Komponen biotik dan abiotik membentuk suatu interaksi yang terkait
dengan keberlangsungan hidup ekosistem tersebut.
Interaksi dapat
dibedakan menjadi : interaksi antar organisme, interaksi antar
populasi,interaksi antar komunitas, interaksi antar komponen biotik, dan
interaksi antar komponen biotik dan abiotik.
1.
Interaksi antar organisme
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup
yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang
sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau
individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di
sekitar kita.
Interaksi antarorganisme dalam komunitas ada yang sangat
erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Netral adalah hubungan tidak saling
mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak
menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contoh :
interaksi antara tanaman padi dengan tanaman kangkung liar di sawah. Dalam
ekosistem sawah tidak ada interaksi antara padi dan kangkung. Tidak ada interaksi antara padi dan kangkung
karena tidak saling merugikan dan diuntungkan.
Gambar 13 : Interaksi padi dan
kangkung liar (Arsip 6C, 2014)
2. Predasi adalah hubungan antara
mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa,
predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai
pengontrol populasi mangsa. Contoh : Interaksi laba-laba dengan belalang. Dalam
rantai makanan, predator menempati posisi sebagai konsumen sekunder.
Peran laba-laba dalam ekosistem sawah tersebut yaitu sebagai pemangsa (memakan)
dan peran belalang yaitu sebagai mangsa (dimakan). Contoh lain predasi : katak dimakan ular, tikus dimakan ular
(lebih jelas dapat dilihat pada rantai makanan atau jaring-jaring makanan.
Gambar 14 : belalang
yang dimakan laba-laba (arsip 6C, 2014)
3. Parasitisme adalah hubungan
antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada
organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat
merugikan inangnya.
Simbiosis
paratisme, yaitu: interaksi dua individu/ populasi di mana salah satu individu
untung, sedang simbion pasangannya rugi contohnya:
1)
Padi dan tikus, dimana
tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase pertanaman padi fase
vegetatif tikus akan memutuskan batang- batang padi sehingga tampak berserakan.
Burung dengan padi, burung- burung hama padi memakan langsung bulir padi yang
sedang menguning sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan hasil secara
langsung. Diantara burung- burung ini , bondol hitam dan bondol uban memegang
perananyang lebih penting.Kedua burung ini dapat menyebabkan patahnya malai
karena mereka sering hinggap secara bersama- sama padi.
2)
Keong, hewan ini dapat
menyerang tanaman padi muda, baik di persemaian maupun bibit yang baru di pindahkan
ke sawah.
Gambar 15 : keong yang
parasit pada padi (Arsip 6C,2014)
3)
Serangga, pada
serangga- serangga hama yang mengalami metamorphosis sederhana, umumnya nimfa dan imago mempunyai habitat yang sama.Mereka sama- sama
aktif makan dan sama- sama merusak tanaman atau dengan kata lain limfa dan imago semuannya menjadi hama.Akan tetapi,
tidak demikian halnya bagi serangga hama
yang mengalami metamorphosis sederhana.
Gambar 16 : serangga
parasit pada rumput
dan ulat bulu yang
parasit padi padi (Arsip 6C, 2014)
4. Komensalisme adalah merupakan
hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan
bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan
spesies lainnya tidak dirugikan.
Contoh : interaksi antara tanaman padi dengan laba-laba.
Laba-laba adalah pihak yang berkepentingan (untung) untuk mendapatkan tempat
tinggal dengan membuat sarang laba-laba pada tanaman padi. Sedangkan padi tidak mendapatkan dan tidak kekurangan
apapun akibat aktivitas laba laba terhadap padi. Sehingga laba-laba adalah
pihak yang untung dan padi pihak yang tidak dirugikan.
Gambar 17 : interaksi
antara laba-laba dan padi (Arsip 6C, 2014)
5. Mutualisme adalah hubungan antara
dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Contoh : interaksi antar genjer dan tanaman di sawah Genjer/ paku rawan
merupakan tumbuhan rawa yang biasa hidup di sawah. Banyak penelitian yang
menyatakan bahwa genjer dapat berguna untuk menyerap zat pencemar di air
dan untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan, sehingga tanaman genjer ini
memberi keuntungan bagi lingkungan sawah untuk menghindarkan sawah dari
pencemaran sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal.
Gambar 18 : interaksi
antara genjer dan tanaman sawah (Arsip 6C, 2014)
2.
Interaksi Antarpopulasi
Antara populasi yang satu dengan
populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung
dalam komunitasnya.Contoh interaksi antar populasi adalah alelopati dan
kompetisi. Contoh : Alelopati yang dihasilkan alang-alang. Alelopati yang dihasilkan rumput liar yang
menekan menekan pertumbuhan tanaman utama /tanaman padi.
Gambar 19 : Alang-alang
dan rumput di sawah (Arsip 6C, 2014)
3.
Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu
daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas
sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme,
misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari
ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas
sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air
sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya
melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi
antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon
melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
4.
Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk
ekosistem. Hubungan antara organisme dengan lingkungannya menyebabkan
terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam
ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik,
serta siklus materi.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem
dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya
keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini
tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem
untuk mencapai keseimbangan baru. Salah satu interaksi yang terjadi antara
komponen biotik dan abiotik yang terdapat pada ekosistem sawah yaitu antara
tanah, air, dan tanaman padi. Tanaman padi membutuhkan tanah sebagai media
tumbuh yang mengandung zat hara, air untuk siklus hidup serta metabolisme
tanaman padi, dan cahaya matahari untuk proses fotosintesis yang menghasilkan
cadangan makanan.
Gambar
20 : Interaksi antar padi tanah dan air.
Padi
membutuhkan padi dan tanah untuk tumbuh ( Arsip 6C, 2014)
2.5 Rantai dan Jaring – jaring
Makanan Ekosistem Sawah Kontur Bertingkat
Sebelum menjelaskan tentang jaring – jaring makanan terlebih
dahulu kita membahas tentang rantai makanan.
a.
Rantai
Makanan
Rantai makanan adalah
perjalanan makan dan dimakan dengan urutan tertentu antar makhluk hidup.
Didalam ekosistem tumbuhan
sawah bertingkat dilihat dari segi rantai makanannya disetiap fase-fase
penanaman padi memiliki beberapa bentuk rantai makanan yaitu:
a.
Rantai
makanan fase penanaman
Gambar 22. Rantai makanan
fase prapanen (Arsip 6C, 2014)
Gambar 23. Rantai makanan Pasca Panen (Arsip 6C,
2014)
Urutan peristiwa makan dan
dimakan di atas dapat berjalan seimbang dan lancar bila seluruh komponen
tersebut ada. Bila salah satu komponen tidak ada, maka terjadi ketimpangan
dalam urutan makan dan dimakan tersebut. Agar rantai makanan dapat terus berjalan,
maka jumlah produsen harus lebih banyak daripada jumlah konsumen kesatu,
konsumen kesatu lebih banyak dari pada konsumen kedua, dan begitulah
seterusnya. Ada satu lagi komponen yang berperan besar dalam rantai makanan,
yaitu pengurai. Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat
yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mati. Hasil
kerja pengurai dapat membantu proses penyuburan tanah. Contoh pengurai adalah
bakteri dan jamur.
b.
Bagan
Jaring-jaring Makanan pada Ekosistem Sawah
Pada sebuah ekosistem
terdapat banyak komponen. Komponen-komponen ekosistem, antara lain, produsen,
konsumen dan pengurai.
Gambar 24. Jaring-jaring makanan (Arsip 6C,
2014)
1. Produsen.
Semua tumbuhan hijau adalah
produsen dalam sebuah ekosistem. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan
bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya. Contoh produsen adalah padi,
ubi, sagu,dan tomat.
2. Konsumen.
Konsumen adalah pemakai
bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan
konsumen menurut apa yang dimakan.
1. Konsumen Tingkat I. Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup
yang memperoleh energi langsung dari produsen. Contohnya (ulat dan belalang )
2. Konsumen Tingkat II. Konsumen tingkat II adalah makhluk hidup
yang memperoleh makanan dari konsumen
tingkat I. Contohnya ( ayam dan tikus )
3. Konsumen Tingkat III. Konsumen tingkat III adalah makhluk hidup
yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat II. Contohnya ( ular dan elang )
3.
Pengurai
Pengurai adalah makhluk
hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan
dan tumbuhan yang telah mati. Pengurai membantu proses penyuburan tanah.
Misalnya, bakteri dan jamur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan pada tanggal 27 april 2013 di Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai
Tarab terdapat berbagai jenis tanaman
yang ada pada ekosistem sawah bertingkat (Tabel 4).
Tabel 1.4 Nama tanaman dan jumlah
individu keanekaragaman tumbuhan pada
ekosistem sawah Kontur bertingkat
No.
|
Nama Lokal
|
Nama Latin
|
Jumlah
|
1.
|
Aur-aur
|
Commelina
nudiflora
|
> 20 ( Banyak )
|
2.
|
Tapak
dara
|
Ludwigia
perennis
|
15-17 ( Sedang )
|
3.
|
Salentrong/sawi
langit
|
Vernonia
cinerea
|
3 ( Sedikit )
|
4.
|
Cacabean
|
Ludwigia
hyssofolia
|
5 ( Sedikit )
|
5.
|
Mikania
|
Mikania
micrantha
|
6 ( Sedikit )
|
6.
|
Aur-aur
|
Commelina
diffusa
|
2 ( Sedikit )
|
7.
|
Pegagan
|
Hydrocotyle
asiatica Linn
|
2 ( Sedikit )
|
8.
|
Bunga
Cerutu
|
Cuphea
balsamona
|
> 20 ( Banyak )
|
9.
|
Elatine
triandra
|
13 ( Sedang )
|
|
10.
|
Rumput
Jajagoan
|
Echinochloa
cruss galli
|
> 20 ( Banyak )
|
11.
|
Panon
munding
|
Frimbristylis
miliaceae
|
> 20 ( Banyak )
|
12.
|
Rumput
Teki 3
|
Cyperus
pilosus
|
18 ( Sedang )
|
13.
|
Ki
apu
|
Salvinia
rotandifolia
|
9 ( Sedikit )
|
14.
|
Genjer
|
Limnocharis
flava
|
3 ( Sedikit )
|
Keterangan
:
Jumlah
tanaman < 10 batang = sedikit
Jumlah
tanaman 10-20 batang = sedang
Jumlah
tanaman > 20 batang = banyak
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem
ekologi tempat berlangsungnya sistem pemprosesan energi dan perputaran materi
oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu (Elfis, 2010). Ekosisitem
disusun oleh komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi, komponen biotik terdiri dari :produsen,
konsumen dan pengurai. Dan komponen abiotiknya antara lain Air, cahaya, tanah
dll.
Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk
ekosistem. Hubungan antara organisme dengan lingkungannya menyebabkan
terjadinya aliran energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam
ekosistem terdapat juga struktur atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik,
serta siklus materi.
3.2 SARAN
Penulis
menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dikarenakan atas
keterbatasan wawasan dalam membuat makalah ini.Oleh karena itu diharapkan
kepada bapak dan rekan-rekan agar dapat memaklumi,dan penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Admin.
http://dewaarka.wordpress.com, 2009.
Diakses 11 Mei 2013
Admin. http://mbem25.blogspot.com/2012/05/hubungan-iklim-dan-pertumbuhan-tanaman.html. (Diakses: 3 Mei 2014)
Admin.http://apradiblog.blogspot.com/2009/11/pencemaran-dan-kerusakan-lingungan.html.
Diakses 18 Mei 2013
Admin.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/eng/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah1.pdf. (Diakses: 3 Mei 2014)
Admin.http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_Laweh,_Sungai_Tarab,_Tanah_Datar
Admin.http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0030%20Bio%201-7a.htm
Elfis. 2010. http://elfisuir.blogspot.(Diakses: 10 Mei 2011)
Rian.
2012. http://rianbio.wordpress.com/category/ekologi-tumbuhan/. (Diakses: 3 Mei 2014)
Rozali, Rahmi. 2013. http://02061967.blogspot.com/. (Diakses: 3 Mei 2014)
Subagyono,
Kasdi. Dariah, Ai. Surmaini, Elsa. Kurnia, Undang. 2010. Tanah Sawah dan
Teknologi Pengolahannya: Pengolahan Air pada Tanah Sawah. Balai Pustaka:
Jakarta
Tjahjono, Budi
dan Harahap, Idham Sakti. 1992. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar
Swadaya: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar